Sabtu, 26 Juni 2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri atau memerlukan bantuan dari orang lain untuk bisa melangsungkan kehidupaanya. Untuk bisa tetap melangsungkan kehidupannya selai bekerjasama, manusia pun melakukan kompetisi dengan mahluk yang lain agar bisa tetap bertahan hidup dan bisa mewujudkan keinginannya. Dalam kaitannya dengan hal ini manusia dituntut untuk bisa terus mengembangkan potensi yang dimiliki baik menggali potensi dari dalam dirinya maupun potensi-potensi yang ada dalam lingkungannya salah satunya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memungkinkan manusia untuk menembus bata ruang yang dulu sulit untuk diwujudkan.
B. Rumusan Masalah
Ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia memang sangat banyak dan tak terbatas, tetapi karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh penulis, dan agar terarahnya penulisan maka penulis membatasi permasalahan pada:
1. Sains
2. Seni
3. Teknologi




BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN
A. SAINS
Sains berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam semesta secara sistematis, dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Berikut ini beberapa pengertian sains:
Menurut Medawar (1984) Sains (dari istilah Inggris Science) berasal dari kata: sienz, ciens, cience, syence, scyence, scyense, scienc, sciens, scians. Kata dasar yang diambil dari kata scientia yang berarti knowledge (ilmu). Tetapi tidak semua ilmu bisa dikatakan sebagai sains. Yang dimaksud dengan ilmu sains adalah : ilmu yang dapat diuji (hasil dari pengamatan yang sesungguhnya) kebenarannya dan dikembangkan secara bersistem dengan kaidah-kaidah tertentu berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata sehingga pengetahuan yang dipedomani tersebut boleh dipercayai, melalui eksperimen secara teori.
Menurut Kamus besar bahasa indonesia sains adalah: “1. Pengetahuan pada umumnya 2. Pengetahuan sistematis tentang alam dan dunia fisik, termasuk didalamnya, botani,kimia, fisika, geologi, zoologi dsb: ilmu pengetahuan alam. 3. Pengetahuan sistematis yang diperoleh dari sesuatu observasi, penelitian, dan uju coba yang mengarah pada penentuan sifat dasar atau prinsip sesuatu yang diselidiki , dipelajari, dsb. “
Pendidikan sains menekankan pada pengalaman secara langsung. Sains yang diartikan sebagai suatu cabang ilmu yang mengkaji sekumpulan pernyataan atau fakta-fakta, dengan cara yang sistematik dan serasi dengan hukum-hukum umum melandasi peradaban dunia modern. Sain merupakan suatu proses untuk mencari menemui suatu kebenaran melalui pengetahuan (ilmu) dengan memahami hakikat mahluk, untuk menerangkan hukum-hukum alam.
Sains menekankan pada sumbangan fikiran manusia dalam menguasai ilmu pengetahuan itu, dan ini terdapat dalam seluruh alam semesta. Proses mencari kebenaran secara mencari jawaban kepada persoalan-persoalan secara sistematik yang dinamakan pendekatan saintifik dan ia menjadi landasan perkembangan teknologi yang menjadi salah satu unsur terpenting peradaban manusia. Sain sangat penting untuk perkembangan kemajuan kemanusiaan dan teknologi.

B. TEKNOLOGI
Istilah teknologi berasal dari kata techne dan logia. Kata Yunani kuno techne berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah perkataan technikos yang berarti seorang yang memiliki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya keterampilan seseorang menjadi semakin tetap karena menunjukan suatu pola, langkah, dan metode yang pasti, keterampilan itu kemudian menjadi teknik.
Sampai pada permulaan abad XX ini, istilah teknologi telah dipakai secara umum dan merangkum suatu rangkaian, sarana, proses, dan ide disamping alat-alat dan mesin-mesin. Perluasan itu berjalan terus hingga pertengahan abad ini muncul rumusan baru mengenai teknologi merupakan aktivitas atau sarana yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani lingkungannya. Ini merupakan suatu pengertian yang luas karena setiap sarana perlengkapan maupun kultural merupakan suatu teknologi. Sementara itu pengertian Teknologi menurut kamus besar bahasa indonesia adalah: “1. Metode ilmiah untuk nencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan. 2. Seluruh sarana untuk menyadiakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan manusia.”
Teknologi dianggap sebagai suatu penerapan ilmu pengetahuan, dalam pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan sesuatu. Kecenderungan ini mempunyai suatu akibat dimana kalau teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam perwujudan tersebut maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/ bagian ilmu pengetahuan dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan teknologi perlu disertai oleh ilmu pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang menjadi pasangannya.
Ada tiga macam teknilogi yang dikemikakan oleh para ahli antara lain:
a. Teknologi Modern
Jenis teknologi modern memiliki ciri-ciri:
 Padat modal
 Mekanis elektris
 Menggunakan bahan impor
 Berdasaran penelitian mutakhir dll.
b. Teknologi Madya
Jenis teknologi madya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut.
 Padat karya
 Dapat dikerjakan oleh keterampilan setempat
 Menggunakan alat setempat
 Berdasarkan alat penelitian
c. Teknologi Tradisional
Teknilogi ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
 Bersifat padat karya (menyerap banyak tenaga kerja)
 Menggunakan keterampilan setempat
 Menggunakan alat setempat
 Berdasarkan kebiasaan atau pengamatan
Demikian teknologi adalah segenap keterampilan manusia menggunakan sumber-sumber daya alam untuk memecahkan segala masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Secara umum teknologi merupakan suatu sistem penggunaan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan praktis yang ditentukan.
C. SENI
Menurut Janet Woli seni merupakkan produk sosial.
Menurut kamus besar bahasa indonesia, seni adalah “1 keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya), seperti tari, lukis, ukur dan lain-lain.
Maka konsep pendidikan yang memerlukan ilmu dan seni ialah proses atau upaya sadar antar manusiadengan sesama secara beradab, dimana pihak kesatu secara terarah membimbing perkembangan kemampuan dan kepribadian pihak kedua secara manusiawi yaitu perorangan. Oleh karena itu, bidi bahasa pun adalah seni.

2. MAKNA SAINS, TEKNOLOGI, DAN SENI BAGI MANUSIA

A. Perkembangan Teknologi
Berkembangnya ilmu pengetahuan tidak bisa dilepaskan dari adanya proses modernisasi yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto” modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, kearah pola-pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri bangsa barat”. Dalam kaitannya dengan teknologi, proses modernisasi telah membantu proses perkembangan teknologi dengan perkembangan teknilogi pula kemakmuran materi dapat terwujud. Adanya perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi menimbulkan cabang ilmu pengetahuan baru antara lain: teknik modern,teknologi hutan, teknologi gedung, (metalurgi), teknologi transportasi, dan lain-lain.
Dengan mengembangkan cabang-cabang ilmu pengetahuan tersebut, dapat diperoleh hasil misalnya”
• Penggunaan teknik nuklir, orang dapat membuat reaktor nukliryang menghasilkan zat-zat radio aktif, dimana zat ini dapat bermanfaat untuk masyarakat luas. Misalnya untuk keperluan bidang keseehatan(sinar rontgen), di bidang pertanian untuk memperbaiki bibit, mendapatkan energi tinggi.
• Penggunaan teknologi hutan, hutan memiliki banyak fungsi diantaranya untuk membuat kertas, induatri kayu,lapisan bahan bangunan, dan objek wisata.
Sudah menjadi sifat manusia memiliki keinginan yang tak ternatas, dan setiap manusia tidak menginginkan adanya kegagalan dalam semua hal yang dilakukannya. Maka dari itu manuia senantiasa berusaha untuk mendapatkan berbagai kemudahan dalam kehidupannya.
Pengetahuan dan teknogi memungkinkan terjadinya perkembangan keterampilandan kecerdasan manusia, hal itu karena dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan:
1. Tersedianya sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan ilmiah.
2. Meningkatnya materi dan kemampuan masyarakat.

B. IPTEK dan Nilai
Dalam menghadapi era teknologi modern dan industrialisasi, maka dituntut adanya keahlian untuk menggunakan, mengelola, dan senantiasa menyesuaikan dengan teknologi-teknologi dan ilmu pengetahuan yang baru. Selain itu, sikap mental dan nilai hidup juga harus mengarah nilai tersebut.
Teknologi dapat membawa bencana, tetapi telah terbukti pula bahwa teknologi dapat mendatangkan manfaat bagi mereka yang dapat mengelola dan memanfaatkan teknologi dengan tepat.
Teknologi mempunyai dua komponen utama yaitu:
 Hardware aspect, meliputi peralatan yang memberikan bentuk pola teknologi sebagai objek fiskal dan materil.
 Software aspect, meliputi sumber informasi yang memberikan penjelasan mengenai hal-hal peralatan fisik atau material tersebut.



3. MANUSIA SEBAGAI SUBJEK DAN OBJEK IPTEK

Kemajuan ilmu dan teknologi telah memberikan dampak yang sangat positif bagi manusia. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi manusia bisa menciptakan alat-alat yang canggih untuk menunjang semua kebutuhan dalam hidupnya. Hal ini memungkinkan manusia bisa melakukan kegiatan dengan lebih efektif dan efisien. Ilmu dan teknologi juga dapat memberikan manfaat dalam berbagai bidang diantaranya:
a. Dalam bidang pertanian, peternakan, dan perikanan
• Mampu menciptakan alat pertanian yang memudahkan petani dalam menggarap lahan seperti trator, alat pemotong dan penanaman, dan alat pengolahan hasil pertanian.
• Produksi hasil pupuk buatan dapat membantu menyuburkan tanah, demikian pula dengan pestisida yang dapat memberantas hama tanaman.
• Teknik mitasi buatan yang dapat menghasilkan buah-buahan yang besar dan tidak berbiji.
• Teknologi pengalengan ikan, buah-buahan, dan daging pasca panen.
b. Dalam bidang kedokteran dan kesehatan
Dengan penemuan manusia menciptakan alat-alat mutakhir yang menunjang kehidupan seperti bermacam-macam obat, alat operasi dan lain-lain, memungkinkan menekan angka kematian yang terjadi di masyarakat.
c. Dalam bidang telekomunikasi
Kemanpuan manusia untuk menciptaka alat-alat seperti televisi,telepon, radio, memudahkan komunikasi yang bisa dilakukan oleh manusia denfgan cara tyang singkat,cepat dan efisien dari segi ekonomi.

d. Dalam bidang pertahanan dan keamana
Manusia telah mampu menciptakan alat atau persenjataan yang sangat canggih , sehingga dapat mempertahankan keamanan,dan kedamaian wilayahnya dengan baik.

4. DAMPAK PENYALAHGUNAAN IPTEK BAGI KEHIDUPAN

Selain bisa menghasilkan hal-hal yang positif bagi kehidupan, ilmu teknologi juga bisa menimbulkan dampak yang negatif. Diantaranya :
 Nuklir
Peledakan kota Hirosima dan Nagasaki oleh sekutu yang menjadi akhir Perang Dunia ke II, telah menimbulkan bencana dan kesedihan yang mendalam bagi kedua kota yang strategis di Jepang. Radasi yang diakibatkan oleh senjata nuklir masih bisa dirasakan sampai sekarang. Penyebabnya adalah debu-debu radio aktif yang berasal dari bom nuklir dan reaktor-reaktor atom. Bahaya yang ditimbulkan adalah radiasi sinar alpha, betha, dan gamma, serta partikel neutron hasil pembelahan inti atom. Dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat Jepang khususnya warga kota Hirosima dan Nagasaki sangat besar. Masyarakat harus menderita dan memulai kehidupan mereka kembali dari nol, dan berjuang melawan trauma psikologis yang sangat berat. Selain itu mereka harus menerima kecacatan permanen yang ditimbulkan dari radiasi baik bagi mereka sendiri maupun bagi keturunan mereka kelak.

 Polusi
Polusi berdampak pada pencemaran lingkungan yang sangat membahayakan manusia. Timbulnya pencemaran diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusiia diantaranya:
1. Kegitan-kegiatan industri yang sembarangan membuang limbah
2. Kebocoran kegiatan pertambangan.
3. Kegiatan transportasi (yang menimbulkan gas berbahaya)
4. Polusi suara terutama di kota besar

 Klonasi / Kloning
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam I memicu timbulnya rekayasa genetik atau duplikasi, multifikasi manusia secara seksual dengan klonasi. Adapun tujuan klonasi adalah sebagai berikut
1. Memberi anak yang baik bagi pasangan yang tidak memiliki keturunan.
2. Menyediakan jaringan atau organ fetus untuk transplantasi.
3. Mengganti anak yang mati muda dengan anak yang sama ciri-cirinya.
4. Merealisasi teori untuk memuaskan rasa ingin tahu ilmiah.

 Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca terkadi karena adanya pencemaran udara yang banyak mengandung zat-zat yang dapat merubah suhu udara. Oleh karena itu pencemaran udara juga bisa memicu pemanasan global, yaitu dengan adanya efek rumag kaca.yang dinama dengan efek rumah kaca ini sinau ultra violet yang dapat membahayakan keselamatan manusia tidak akan disaring lagi oleh lapisan ozon, sehingga akan langsung menuju bumi dan selanjutnya akan diam dan terus bersirkulasi di bumi dan hal ini sangat membahayakan kelangsungan mahluk hudup.























BAB III
KESIMPULAN

Perkembangan otak manusi memang sangat menguntungkan. Dengan semakin pintarnya manusia, ia bisa tetap melangsungkan kehidupannya sampai beberapa generasi selanjutnya, manusia juga bisa menolong manusia lain dengan kemampuan otak yang dimiliki. Tetapi kecerdasan yang dimiliki oleh manusia bila tidak ditata atau dikembangkan ke arah yang positif akan menimbulkan dampak yang sangat merugikan baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain.




















DAFTAR PUSTAKA

1. Setiadi, Elly M.dkk. 2007. Ilmu Sosial & Budaya Dasar. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
2. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
3. ________, 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
4. Laksono, Eko 2006. Jaman Kebangkitan Imperium III. Jakarta : Mizan Publika.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan di dunia ini, manusia tidak bisa lepas dari yang dinamakan sejarah, karena segala sesuatu didalam dunia ini mengalami proses sejarah dalam perkembangannya. Begitu juga Dalam proses belajar mengenai sastra tulisan di Indonesia, sejarah mengenai periodisasi dalam kesusastraan tidak biasa dipisahkan atau ditinggalkan begitu saja karena sastra yang berkembang sekarang merupakan penambahan atau penyempurnaan dari kesusastraan yang telah lampau atau bisa dikatakan proses periodisasi merupakan proses pertumbuhan dalam sastra tulisan di Indonesia. Dalam hal ini sastra dipengaruhi oleh beberapa factor baik itu factor intrinsic (dari dalam diri pengrang ) maupun factor ektrinsik (dari luar diri pengarang).
Dan hal tersebutlah yang kemudian mempengaruhi atau membedakan karya sastra tilisan dari satu periode- ke periode lainnya.

B. Rumusan Masalah
Dalam sastra indonesia dikenal berbagai jenis genre sastra antara lain:
1. Sastra tulisan
2. Sastra lisan
Mengingat adanya keterbatasan dalam kemampuan penulis dan demi terarahnya penulisan makalah maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal:
1. Periodisasi dalam sastra tulisan di indonesia yang dimulau pada tahun 1900an sampai sekarang
2. Nama-nama pengarang pada periode 1900- sekarang beserta hasil karyanya.




BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Sastra Di Indonesia
Kepulauan Nusantara yang terletak di antara dua benua dan di antara dua samudra, yaitu Benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Hindia (yang sekrang disebut Samudra Indonesia) dan Lautan Teduh, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejrah, kebudayaan, adat-istiadat, dan bahasa sendiri-sendiri.
Abad yang silam di beberapa tempat di kepulauan Nusantara berdiri kerarajaan-kerajaan besar, seperti Majapahit dan Pajajaran (Jawa), Sriwijaya (Sumatra, serta Malaka dan Pasai (Semenanjung). Pada abad yang silam kerajaan-kerajaan itu memililki pengaruh yang cemerlang di seluruh kepulauan Nusantara, bahkan sampai daratan Asia.
Namun, pada abad ke-16 dan 17 kerajaan-kerajaan itu satu demi satu menjadi daerah jajahan bangsa Eropa yang pada mulanya datang untuk mencari rempah-rempah, seperti Portugis, Inggris, Spanyol, dan Belanda. Filipina jatuh ke tangan orang Spanyol. Semenanjung Malaka akhir abad ke-17 jatuh ke tangan orang Inggris. Sedangkan kepulauan yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia jatuh pula ke tangan orang Belanjda. Beberapa kerajan yang masih berdaulat, setapak demi setapak ditaklukan orang Belanda. Dan pada awal abad ke-20 dengan berakhirnya Perang Aceh, seluruh kepulauan Nusantara semuanya menjadi daerah taklukan Kerajan Belanda.
Perbedaan bangsa yang menjajah menimbulkan perbedaan-perbedaan pula dalam pertumbuhan kebudyaan, cita-cita politik dan pola pikir suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara. Meskipun demikian, penduduk wilayah-wilayah yang terangkum dalam jajahan suatu bangsa penjajah merasakan nasib dan penderitaan yang sama, sehingga perhubungan antara penduduk daerah yang semula disebut "Nederlandsch Indie" (Hindia Belanda) semakin erat.
Persaan tak puas karena menjadi hamba di tanah air sendiri, menyebabkan timbulnya perlawanan berupa pemberontakan bersenjata di berbagai daerah. Memang mula-mula perlawanan-perlawanan itu bersifat sporadis, terpecah-pecah dan merupakan perlawanan suatu suku bangsa melawan orang asing. Namun saat itu yang dianggap orang "asing" itu bukan hanya kulit putih, meliankan juga semua suku bangsa lain yang berasall dari Nusanrtara juga. Hal itu memudahkan Belanda untuk mengadu domba dan politik devide et impera efektif sekali untuk melumpuhkan perlawanan orang bumi putra terhadap penjajahan Belanda.
Tapi, pada awal abad ke-20 mulailah para pemimpin dan pejuang kemerdekaan kita sadar akan kelemahan dirinya dan akan kekuatan lawannya. Maka berasal dari perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama hidup di bawah cengkraman penjajah yang satu, tumbuhlah kesadaran nasional. Api nsionalisme itu menghilangkan perbedaan-perbedaan yang disebabkan oleh karena perbedaan sejarah, lingkungan kebudyaan, bahasa, adat-istiadat, temperamen dan watak. Dalam menghadapi musuh bersama yang satu, yang diperhitungkan bukan perbedaan di antara suku-suku bangsa itu, melainkan persamaan-persamaannya. Kesadaran itulah yang kemudian pada tahun 1928 dirumuskan dalam sebuah sumpah bersama yang sekarang kita kenal sebagai Sumpah Pemuda, yang mengaku:
Kami putera dan puteri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia.
Kami putera dan puteri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia.
Kami putera dan puteri Indoesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Kalau dicermati, tampak dengan jelas yang dimaksudkan dengan "Indonesia" oleh sumpah itu melingkupi seruluh wilayah yang pada masa itu dikenal sebagai Nederlandsch Indie, yaitu wilayah Hindia yang dijajah oleh Belanda.
Politik Belanda dalam menjajah sangat keras. Mereka melakukan segala cara dan paksa untuk mengangkut kekayaan daerah jajahannya. Baru pada awal abad ke-20, poltik Belanda agak lunak, yaitu sebagai reaksi terhadap politik cultuurstelsel (tanam paksa) yang telah sangat merusak kehidupan kaum bumi putra. Dan sebagai gantinya dianutlah politik etis atau etische politiek.
Politik etis dalam kenyataannya tidaklah mengurangi ketamakan penjajah dalam mengeksploitaasi daerah jajahanya, tetapi sebagai "balas jasa" mereka mulai memperhatikan nasib anak negri. Kemungkinan untuk bersekolah, untuk mendapatkan pendidikan, untuk maju bagi orang-orang bumi putera mulai agak leluasa.
Dan sebagai reaksi terhadap perkembangan itu, para pemimpin nasional Indonesia seperti HOS Tjokroaminoto, H. Agus Salim, Abdul Muis, Tan Malaka, Semaun kian giat memperjuangkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa nasional. Terutama Soekarno telah membuat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia yang hidup, lincah, lentuk, dan populer.

B. Perkembangan Sastra Di Indonesia

Beberapa penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi) sejarah sastra Indonesia. Meskipun di antara para ahli dan sarjana itu ada persamaan-persamaan yang dalam membagi-bagi babakan waktu sejarah sastra Indnesia, kalau diteliti lebih lanjut akan tampak bahwa masing-masing periodisasi itu menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mencolok baik istilah maupun konsepsinya.
Dalam ikhtisar ini akan diikuti pembabakan waktu sejarah sastra Indonesia sebagai berikut:

I. MASA KELAHIRAN (1900-1945) yang dapat dibagi menjadi:
1. Periode awal hingga 1933;
2. Periode 1933-1942;
3. Periode 1942-45.

II. MASA PERKEMBANGAN (1945-sekarang) meliputi:
1. Periode 1945-1953;
2. Periode 1953-1961; dan
3. Periode 1961- sekarang.

Dalam pembabakan ini digunaan istilah "periodisasi" dan bukan "angkatan" karena angkatan dalam sastra Indonesia telah menimbulkan berbagai kekacauan. Pembedaan antara periode yang satu dengan periode yang lain berdasarkan norma-norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi masing-masing zaman. Sedangkan pembedaan antara angkatan yang satu dengan yang lain sering ditekankan pada adanya perbedaan konsepsi masing-masing angkatan. Dalam satu periode mungkin saja kita menemukan aktivitas lebih dari satu golongan pengarang yang mempunyai konsepsi yang berbeda-beda; sedangkan munculnya periode baru tidak pula usah berarti munculnya angkatan baru dengan konsepsi yang baru. Perbedaan norma umum dalam sastra sebagai pengaruh situasi suatu zaman mungkin menimbukan suasana baru dalam kehidupan sastra tanpa melahirkan suatu konsepsi sastra baru yang dirumuskan oleh seseorang atau sekelompok sastrawan.
1. Priode 1900-1933
Bacaan Liar” dan Commissie Voor de Volkslectuur (Balai Pustaka)
Pada tahun 1848 Pemerintah jajahan Belanda mendapat kekuasaan dan Raja mempergunakan uang sebanyak f25.000 untuk keperluan sekolah. Sekolah itu didirikan untuk anak-anak untuk putera.
Dengan didirikanya sekolah banyak orang yang mempunyai kegemaran membaca dan menulis, sehinga timbulah orang yang berbakat yang mulai menulis berbagai rupa-rupa karangan. Surat-surat kabar dicetak baik dalam bahasa Belanda maupun dalam bahasa Melayu yang tersebar di Melayu, Jakarta dan kota yang lain.
Pada abar ke- 19 di Surabaya terbit surat kabar Bintang Timoer (1862), di Padang terbit Pelita Ketjil (1882), dan di Jakarta terbit Bianglala (1867).
Kemudian tahun 1900 ada surat kabar yang memuat karangan yang bersifat Sastra. Awal abad 20 di Bandung ada surat kabar Medan Prijaji yang memuat cerita-cerita bersambung yang berbentuk Roman. Yang sangat menarik ialah sebuah roman yang berjudul Hikayat Siti Mariah yang ditulis H.Moekti.
Disamping itu pemimpin redaksi Medan Prijaji, Raden Mas (Djoko Nomo) Tirto Adhisarjo (1875-1916) menulis dua buah cerita roman berjudul Bosuno (1910) dan Nyai Permana (1912).
Semaun menulis sebuah roman berjudul Hikayat Kadiroen (1924) yang dilarang beredar oleh pemerintah karena mereka berpaham kiri yang sifat-sifat dan isi karangan-karangan semacam itu banyak menghasut rakyat untuk berontak, maka karangan-karangan itu disebut “Bacaan Liar”, begitu juga dengan pengarangnya disebut “Pengarang liar”.
Peranakan Indo menulis cerita misalnya G.Francis yang menulis kisah Nyai Dasima (1896). Kaum terpelajar Indonesia pada waktu itu telah membaca buku pengarang Belanda yang membela hak kemerdekaan Pribumi. Misalnya Multatuli dalam bukunya Max Havelaar sangat besar pengaruhnya dalam membangkitkan kesadaran kebangsaan dan keinginan merdeka bangsa Indonesia. Multatuli adalah nama samaran dari Edward Douwes Dekker (1820-1887) yang artinya “Aku Telah Banyak Menderita”. Ia menjadi pegawai pemerintah jajahan di Indonesia. Pada tahun 1908 didirikan Komisi Bacaan Rakyat (Commissie Voor de Inlandsche School en Volkslectuur) yang berubah menjadi kantor Bacaan Rakyat (Kantoor Voor de Volkstectuur) pada tahun 1917 atau Balai Pustaka.
Pada tahun terbit roman pertama dalam Bahasa Sunda karangan D.K. Ardiwinata (1866-1947) berjudul Baruang Ka Nu Ngarora (Racun Bagi Para Muda). Pada tahun 1918 terbitlah cerita Si Jamin dan Si Johan yang disadur Merari Seregar dari Jan Smees karangan J. Van Maurik. Dua tahun kemudian terbit roman pertama dalam bahasa Indonesia berjudul Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis (1920) karya Merari Siregar yang diterbitkan oleh Balai Pustaka. Kemudian roman Marah Rusli berjudul Sitti Nurbaya (1922), kemudian disusul Muda Teruna (1922) karangan M. Kasim.


Sajak-sajak Yamin dan Rustam Effendi
Dalam majalah Jong Sumatra tahun 1920 dimuat sebuah sajak sembilan seuntai dengan Muhammad Yamin yang berjudul Tanah Air. Antara tahun 1920-1922 Yamin banyak menulis sajak-sajak lirika. Kebanyakan berupa pujian-pujian terhadap tanah air dan bahasa bundanya sebuah sejarahnya yang berjudul “Bahasa Bangsa”melukiskan perasaannya tentang “Tiada bahasa, bangsa pun hilang”.
Pada tahun 1922, sajak Tanah Air yang semula terdiri dari tiga bait dan dimuat dalam Jong Sumatra 1920 itu, kemudian diterbitkan bersama tambahannya menjadi sebuah buku kecil. Judulnya Tanah Air juga, dipersembahkan penyairnya untuk menyonsong peringatan 5 tahun berdirinya perkumpulan “Jong Sumatra Bond”.
M. Yamin dilahirkan di Sawahlunto pada tanggal 23 Agustus 1903 dan meninggal di Jakarta tanggal 26 Oktober 1962. Selain menulis sajak, ia pun banyak menulis drama yang berlatar belakang sejarah, antara Ken Arok dan Ken Dedes (1934) dan Kalau Dewi Tara Sudah Berkata ……….. (1932).
Penyair yang sezaman dengan Yamin yang juga sadar akan tugasnya untuk berjuang guna kemerdekaan bangsanya ialah Roestam Effendi (1902). Roestam Effendi menulis dua buah buku yaitu Bebasari (1924) dan Percikan Permenungan (1926). Bebasari ialah sebuah drama bersajak mengisahkan perjuangan seorang pemuda yang membebaskan kekasihnya dari cengkraman keserakahan raksasa. Drama ini merupakan sebuah perlambang/simbolik dari cita-cita pengarangnya. Agaknya jelas dari judulnya yang mengandung perkataan “bebas” maksud dari kekasih yang hendak dibebaskan si pemuda merupakan perlambang tanah air yang berada di tangan penjajah.
Dari segi sejarah sastra Indonesia, buku ini penting karena merupakan sandiwara pertama yang ditulis dalam bahasa Indonesia dalam bentuk sajak.
Bukunya yang lain, Percikan Permenungan merupakan sebuah kumpulan sajak. Sajak-sajak yang dimuat dalam kumpulan ini merupakan percobaan-percobaan berani yang dilakukan oleh Roestam Effendi dalam menulis puisi Indonesia yang sedapat mungkin lepas dari tradisi sastra Melayu.
BUKAN BETA BIJAK BERPERI

Bukan beta bijak berperi
Pandai menggubah madahan syair,
bukan beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair.

Sarat-sarat saya mungkiri,
untai rangkaian seloka lama,
Beta buang beta singkiri,
sebab laguku menurut sukma.

Susah sungguh saya sampaikan,
degup-degupan di dalam kalbu,
Lemah laun lagu dengungan
Matnya digamat rasaian waktu.

Sering saya susah sesaat,
sebab madahan tidak nak datang.
Sering saya sulit mendekat,
sebab terkurung lukisan mamang.

Bukan beta bijak berlagu,
dapat melemah bingkaian pantun,
Bukan beta berbuat baru,
hanya mendengar bisikan alun.

Balai Pustaka dan Roman-romannya
Roman Azab dan Sengsara buah tangan Merari Siregar merupakan kritik tak langsung kepada berbagai adat dan kebiasaan buruk yang tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Roman ini merupakan roman pertama tentang kawin paksa, dan buah tangan M. Kasim yaitu Muda Teruna (1922) yang berupa hikayat.
Roman Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli, telah berhasil mengeluarkan kritik terhadap berbagai keburukan adat kuno yang berkenaan dengan perkawinan. Kemudian baru tiga puluh tahun Marah Rusli menghasilkan karya La Hami (1952) dan Anak Kemerdekaan. Ketika ia meninggal, masih ada subuah naskan roman yang belum diterbitkan berjudul Memang Jodoh.
Pengarang lain yang menentang adat kuno mengenai perkawinan dalam roman-romannya ialah Adinogoro nama samaran Djamaludin (1904-1966) yang menulis dua buah buah roman berjudul Darah Muda (1927) dan Asmara Jaya (1928). Kedua roman itu tokoh-tokoh muda bukan saja menentang adat kuno dalam membela haknya memilih jodoh, melainkan juga menang dalam perlawanan itu.
Persoalan pemilihan jodoh dan campur tangan orang tua dalm pernikahan anaknya terdapat pula dalam roman lain terbitan Balai Pustaka misalnya roman berjudul Karam Dalam Gelombang Percintaan (1926) buah tangan Kedjora, Pertemuan (1927) buah tangan Abas Soetan Pamoentjak, Salah Pilih (1928) karangan Nur Sutan Iskandar, Cinta yang Membawa Maut (1926) karangan Abd. Ager dan Nursinah Iskandar.
Kisah percintaan yang tokoh-tokohnya terdiri dari para pemuda yang telah mengecap pendidikan sekolah merupakan tema yang disukai benar oleh umumnya para pengarang masa itu, seperti dapat dita baca dalam roman-roman Jeumpa Aceh (1928) bukan tangan H.M. Zainuddin. Tak Disangka (1929) karangan Tulis Sutan Sati, Tak Putus Dirundung Malang (1929) karangan Sutan Takdir Alisyahbana, dan lain-lain.
Roman terpenting yang diterbitkan Balai Pustaka pada tahun dua puluhan ialah Salah Asuhan (1928) buah tangan lebih realistis. Yang menjadi perhatian bukan lagi kawin paksa. Pertentangan paham antara kaum muda dengan kaum kolot dalam soal pernikahan tidaklah dilihatnya secara blok hitam dan blok putih. Ia dengan jelas dan meyakinkan melukiskan kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan yang terdapat pada kedua blok itu. Yang menjadi masalah bagi pengarang yang aktif dalam pergerakan kebangsaan Indische Partij (tahun belasan) ialah akibat-akibat lebih jauh dari pertemuan kebudayaan Eropa yang masuk ke dalam tubuh anak-anak bangsanya melalui pendidikan sekolah kolonial Belanda.
Abdul Muis sendiri karena aktivitasnya dalam syari’at Islam pernah mendapat hukuman dari pemerintah jajahan Balanda. Ia seorang Minangkabau yang pergi merantau untuk berlayar ke Jawa lalu kawin dengan gadis Sunda dan hidup di tanah Priangan sampai meninggal. Kecuali menulis Salah Asuhan, ia pun menulis Pertemuan Jodoh (1933), juga roman percintaan yang bertendensi sosial. Sehabis perang menulis roman berdasarkan sejarah yakni Surapati (1950) dan Robert Anak Surapati (1953). Keduanya merupakan roman sejarah perjuangan melawan penjajahan Belanda. Ketiga buah romannya yang lain itu tidak ada yang mengatasi Salah Asuhan nilainya.
Halnya dengan Sanusi Pane (1905-1968), bukunya pertama berupa kumpulan prosa lirik berjudul “Pancaran Cinta” (1926), kemudian disusul oleh kumpulan sajak Puspa Mega (1927. sajak-sajak dalam kumpulan ini hampir seluruhnya berbentuk soneta. Bentuk puisi Italia yang pertama kali digunakan oleh Muhammad Yamon ini memang sangat banyak persamaannya dengan pantun. Soneta terdiri dari 14 baris yang umumnya dua bait pertama (octavo) berupa empat seuntai dan 2 bait terakhir (sextet) tiga seuntai.
Konsepsi ini kemudian diperbaiki lagi dalam sajak yang juga berjudul sajak, yang dimuat dalam kumpulan sajaknya yang terakhir yaitu Madah Kelana (1931). Dalam sajaknya ini ia telah mengubah pandangan tentang sajak dan kepujanggaan
Pada tahun 1929-1930 ia mendapat kesempatan untuk melawat ke negeri India yang sangat dikaguminya dan sajak Madah Kelana. Sajak-sajaknya yang dimuat dalam Keluh, Do’a banyak bercerita tantang cintanya.
Dapat kau memberitahukan daku.
Di mana gerang tempat bagia,
Di mana damai tidak terganggu.
Dimana jiwa bersuka ria?
Perhatian yang besar kepada sejarah tampak pula pada drama yang ditulisnya. Dari lima buah drama yang ditulisnya, empat adalah berdasarkan sejarah Jawa, dua diantara yang empat itu ditulis dalam bahasa Belanda, yaitu Airlangga (1928) dan.
Eenzame Garoedavlucht (1930). Yang ditulis dalam Bahasa Indonesia ialah Kertajaya (1932) dan Sandhakala ning Majapahit (1933). Drama yang terakhir ditulisnya berjudul Manusia Baru (1940).
Pada tahun 1932-1933 ia memimpin majalah Timboel edisi bahasa Indonesia. Perhatiannya kepada sejarah menyebabkan ia menulis buku sejarah Indonesia (1942) dan Indonesia Sepanjang Masa (1952). Ia juga menerjemahkan Arjuna Wiwaha (1948) dari bahasa Kawi dan menyusun Bungarampai dari Hikayat Lama (1946).

Para Pengarang Balai Pustaka (1900-1942)
1. Nur Sutan Iskandar (lahir di Maninjau 1893)
a. Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1922)
b. Cinta yang Membawa Maut (1926)
c. Salah Pilih (1928). Roman ini mengupas tentang keburukan perkawinan Asri dan Sarinah.
d. Karena Mertua (1932). Roman ini melukiskan kehidupan rumah tangga yang terlalu dirong-rong oleh pihak mertua sehingga mengalami berbagai krisis.
e. Tuba Dibalas dengan Susu (1933) yang diambil dari naskah Asmaradewi, mengisahkan kesabaran seorang lelaki yang senantiasa dihinakan oleh pihak perempuan.
f. Hulu Balang Raja (1934) yang merupakan roman sejarah yang didasarkan pada sebuah disertasi H. Kroeskamp De Westkust en Minangkabau (1665-1668) (partai Barat dan Minangkabau 1665-1668 terbit 1931).
Masih banyak roman atau karya Nur Sutan Iskandar yang terbit setelah tahun 1933. misalnya Katak Hendak Jadi Lembu (1935), Neraka Dunia (1937), Dewi Rimba (1935), Cinta dan Kewajiban (1941), dan lain-lain.

2. I Gusti Njoman Pandji Tisna
a. Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935) yang melukiskan kebengisan masyarakat feodal di Bali.
b. Sukreni Gadis Bali (1936) yang melukiskan kehidupan masyarakat Bali yang keras dan kejam.
c. I Swasta Setahun di Bedahulu (1938) yang melukiskan masalah hukum karma, yang merupakan lntrik Keraton dan berbagai kebiasaan raja-raja. Didalamnya menggambarkan kutuk dewata yang harus ditanggung oleh keturunan yang bersangkutan
d. Dewi Karana (1938) diterbitkan di Medan.
e. I Made Widiadi (kembali kepada Tuhan) 1954), dikarang penulisnya setelah memeluk agama Islam.

Para Pengarang Wanita
1. Sariamin yang biasa terkenal dengan nama Selasih atau Seleguri menulis di Talu, Sumatra Barat 1909. Ia menulis dua buah roman yaitu :
a. Kalau Tak Untung (1933), melukiskan percintaan dua orang anak yang bersahabat sejak kecil, sama-sama sekolah dan sama pula hidup dalam tak berkecukupan.
b. Pengaruh Keadaan (1937), mengisahkan kesengsaraan dan kemalangan seorang gadis yang bernama Yusnani, yang hidup dalam tekanan ibu tirinya, sehingga ia kehilangan kepercayaan akan dirinya sendiri.
2. Hamdah yang merupakan samaran Fatimah H. Delais (1914-1953) yang berasal dari Palembang. Karyanya hanya sebuah saja yaitu Kehilangan Mestika (1935). Roman ini menceritakan kemalangan seorang gadis yang kehilangan ayah, kemudian kehilangan kekasihnya.

Cerita Pendek
Dalam majalah Pandji Poeskaka dan lain-lain tahun dua puluhan sudah mulai dimuat kisah-kisah pendek yang sifatnya lelucon-hiburan. Cerita-cerita itu mengingatkan kita akan tokoh-tokoh cerita rakyat lama yang terdapat diseluruh Indonesia seperti si Kabayan, si Lebai Malang, Jaka Dolok dan lain-lain.
Pada tahun 1936 atas usaha Balai Pustaka. Cerita-cerita yang lucu yang ditulis oleh M. Kasim yang sebelumnya bertebaran dalam Pandji Poestaka, dibukukan dengan judul Teman Duduk. Roman pertama yang dikarang M. Kasim ialah Muda Teruna (1922), Pemandangan Dalam Dunia Kanak-Kanak (si Samin) (1924).
Cerpen-cerpen Suman Hs. yang dikumpulkan dengan kata pengantar oleh Sutan Takdir Alisjahbana. Kumpulan itu berjudul Kawan Bergelut (1938). Judul cerpen-cerpen Suman Hs., diantaranya :
1. Pantai jatuh, yang menyindir orang yang suka sombong
2. Fatwa Membawa Kecewa, menyindir orang yang menyebut dirinya alim dan suka memberi fatwa supaya orang suka bersedekah tetapi ia sendiri serakah.
3. Kelakar si Bogor, menyindir orang-orang yang sok sekolah tetapi akalnya dapat dikalahkan oleh seorang yang buta huruf.
Kesedihan sebagai motif penulisan cerpen menjadi bahan yang produktif buat Jaji Abdul Karim Amrullah yang terkenal dengan Hamka (lahir Februari 1908 di Maninjau) yang dikumpulkan dalam Lembah Kehidupan (1941).
Cerpen “Inyik Utih”, yang berhasil yaitu melukiskan kesepian dan impian seorang gadis yang sampai rambutnya putih belum bersuami. Demikian pula cerpen-cerpen Sa’adah Alim yang dikumpulkan dengan Taman Penghibur Hati (1941).
Penulis cerpen yang lebih sungguh-sungguh adalah Armijn Pane. Cerpen-cerpennya banyak dimuat dalam majalah Poejangga Baroe, diantaranya yang berjudul “Belenggu”. Dalam cerpen “Tujuan Hidup” ia mencoba melukiskan kesepian hidup seorang gadis yang menjadi guru dan memilih hidup menyendiri.
Cerpen-cerpen yang ditulisnya sebelum perang dan sesudah perang dikumpul-kan dan diterbitkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953).

TOKOH-TOKOH SASTRA ANGKATAN BALAI PUSTAKA
1. NUR SUTAN ISKANDAR
Nur Sutan Iskandar dilahirkan pada tanggal 3 November 1893 di Sungai Batang, Maninjau, Sumatra Barat. Namanya semasa kecil adalah Muhammad Nur, setelah beristri menurut adat Minangkabau diberi gelar Sutan Iskandar. Pendidikannya adalah Sekolah Melayu kelas II di Maninjau tamat tahun 1908. Ia menjadi guru sekolah desa di sungai batang dan setelah itu menjadi guru bantu di Muara Beliti (Palembang). Pada tahun 1914 ia dipindahkan ke sekolah kelas II di Padang. Selanjutnya berturut-turut kedudukannya adalah menjadi korektor Balai Pustaka, Redaktur Kepala pada Balai Pustaka. Dosen Bahasa Indonesia pada Fakultas Sastra di Universitas Indonesia Jakarta. Salah seorang pengurus Budi Utomo, juga menjadi pengurus Partai Indonesia Raya. Pernah pula menjadi pengurus Partai Nasional Indonesia. Ia adalah perintis kemerdekaan dan mendapat anugerah Satyalencana Kemerdekaan dari Pemerintah Republik Indonesia. Kiranya semua orang akan sependapat kalau dikatakan bahwa Nur Sutan Iskandar adalah orang yang sangat setia kepada karyanya, yakni mengarang. Banyak sekali buku peninggalannya baik berupa karya asli, saduran, maupun terjamahan. Bahasanya amat lancar dan terjaga dengan baik. Dengan sangat teliti ia menggambarkan lokasi cerita, hinggga mampu membuat karyanya sangat menarik.
Adapun karyanya antara lain :
a. Neraka Dunia (Novel 1937)
b. Cinta Tanah Air (Novel 1944)
c. Perjalanan Hidup ; Perjuangan Srikandi Irian Barat untuk Kemerdekaan (1962)
d. Gudang Intan Nabi Sulaiman (1929, dari Ridder Hanggard)
e. Tiga Panglima Perang (1922, saduran dari Alexander Dimas)
f. Abunawas (1929)



2. MARAH RUSLI
Seorang bangsawan yang lahir di Padang pada tahun 1889 dan meninggal pada tanggal 17 Januari 1968. Ia menjadi dokter hewan beberapa lama di Sumbawa dan terakhir di Semarang. Akibat perkawinannya dengan gadis Sunda yang tidak disetujui keluarganya maka ia diasingkan dari ikatan keluarga. Situasi demikian sedikit banyak akan tercermin dalam, karya-karyanya. Roman Siti Nurbaya merupakan roman karya Marah Rusli yang paling populer pada Angkatan Balai Pustaka, bahkan paad zaman Belanda roman itu dicantumkan sebagai buku pelajaran di AMS, Yogyakarta. Marah Rusli dianggap sebagai salah seorang pelopor atau pengakhir zaman kesusasteraan lama. Persoalan yang dikemukakan di dalam bukunya bukan hal-hal yang istana sentris lagi dan bukan hal-hal yang bersifat fantasi belaka, melainkan lukisan realitas masyarakat. Adapun karangan Marah Rusli yang lain adalah :
a. Anak dan Kemenakan (roman 1956)
b. La Hami (roman sejarah di Pulau Sumba)
c. Memang Jodoh (belum diterbitkan sampai sekarang)

2. PERIODE 1933-1942
a. Lahirnya Majalah Pujangga Baru
Sejak tahun 1920 kita sudah mengenal majalah yang memuat karanagan “sastra seperti Sri Poestaka (1919-1941). Panji Poestaka (1919-1992) Yong Soematra (1920-1926). Hinggga awal tahun 1930 an para pengarang untuk menerbitkan majalah khusus kebudayaan dan kesastraan belum juga terlaksana
Tahun 1930 terbit Majalah Timboel (1930-193 ) mula-mula dalam bahasa Belanda kemudian pada tahun 1932 terbit juga edisi bahasa Indonesia Sutan Takdir Ali Syahbana sebagai direktur.
Baru pada tahun 1933, Armijn Pane, Amir Hamzah dan Sutan Takdir Ali Syahbana berhasil mendirikan Majalah kesastraan dan bahasa serta kebudayaan umum. Tahun 1935 berubah menjadi menjadi pembawa semangat baru dalam kesastraan, seni, kebudayaan dan soal masyarakat umum”. Kemudian tahun 1936 terjadi lagi pembahasan yaiut bnerbunyi “Pembimbing semangat baru yang dinamis untuk membentuk kebudayaan persatuan Indonesia.”
Majalah ini terbit dengan setia meskipun bukan tanpa kesulitan berkat pengorbanan dan keuletan Sutan Takdir Alisahbana. Kelahiran majalah Poejangga Baru yang banyak melontarkan gagsan-gagasan baru dalam bidang kebudayaan bukan berarti tidak menimbulkan reaksi. Keberaniannya menandakan bahasa Indonesia sekolah bahasa Melayu menimbulkan berbagai reaksi, sikap ini menimbulkan reaksi dari para tokoh bahasa yang erat berpegang kepada kemurnian bahasa Melayu tinggi seperti H. Agus Salim (1884-1954) Sutan Moh. Zain (tahun1887), S.M Latif yang menggunakan nama samaran Linea Recta dan lain-lain.

b. Tokoh-tokoh Poejangga Baru
• Sutan Takdir Alisjahbana
Motor dan penggerak semangat gerakan Pujangga baru ialah Sutan Takdir Alisyahbana lahir di Natal 1908. Sejak tahun 1929 muncul dipanggung sejarah dengan roman berjudul Tak Putus Dirundung Malang, roman kedua berjudul Dian Yang Tak Kunjung Padam (1932) roman ketiga berjudul Layar Terkembang (1936), adapun roman yang berjudul Anak Perawan Disarang Penyamun (1941) ditulisnya lebih dahulu dari pada Layar Terkembang dimuat sebagai Feulilleton dan majalah Pandji Poestaka.
Tiga puluh tahun kemudian Sutan Takdir Alisjahbana menulis roman yang berjudul Grotta Azzurra (Gua Biru). Layar Terkembang merupakan roman Takdir yang terpenting., yang terbit pada tahun tiga puluhan merupakan salah satu karya terpenting pula dari para pujangga baru .Sebagai penulis roman, Takdir terkenal sebagai penulis esai dan sebagai pembina Bahasa Indonesia. Oleh Ir. S. Udin ia pernah disebut sebagai “insinyur bahasa Indonesia”.
Atas inisiatif Takdir melalui pujangga baru-lah maka pada tahun 1938 di Solo diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia yang pertama. Sehabis perang Takdir pernah menerbitkan dan memimpin majalah Pembina Bahasa Indonesia ( 1947-1952 ). Dalam majalah itu dimuat segala hal-ihwal perkembangan dan masalah bahasa Indonesia. Tulisan yang berkenaan dengan bahasa kemudian diterbitkan dengan judul Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia ( 1957 ).
Takdir juga menulis sajak-sajak salah satunya yang mengenangkan pada kematian isterinya yaitu berjudul Tebaran Mega ( 1936 ).Esai-esai Takdir tentang sastra banyak juga antara lain “Puisi Indonesia Zaman Baru”. Kesusastraan di zaman Pembangunan Bangsa (1938), “Kedudukan Perempuan dalam Kesusastraan Timur Baru (1941)”, dan lain-lain. Ia pun menyusun dua serangkai bungarampai Puisi Lama (1941).Dan Puisi Baru (1946) dengan kata pengantar yang menekankan pendapatnya bahwa sastra merupakan pancaran masyarakatnya masing-masing.

• Armijn Pane
Organisator pujangga baru adalah Armijn Pane. Tahun 1933 ia bersama Takdir dan kawan sekolahnya, Amir Hamzah, menerbitkan majalah Poedjangga Baroe. Armin terkenal sebagai pengarang roman Belenggu (1940). Roman ini mendapat reaksi yang hebat, baik dari yang pro maupun yang kontra terhadapnya.Yang pro menyokongnya sebagai hasil sastra yang berani dan yang kontra menyebutnya sebagai sebuah karya cabul yang terlalu banyak melukiskan kehidupan nyata yang selama itu disembunyikan dibelakang dinding-dinding kesopanan.
Belenggu ialah sebuah roman yang menarik karena yang dilukiskan bukanlah gerak-gerak lahir tokoh-tokohnya, tetapi gerak-gerak batinnya.
Arminj pane sebagai pengarang dalam roman yang berjudul Belenggu ini tidak menyelesaikan ceritanya sebagai kebiasaan-kebiasaan para pengarang sebelumnya, melainkan membiarkannya diselesaikan oleh para pembaca sesuai dengan angan masing-masing. Sebelum menulis roman Armijn Pane banyak menulis cerpen, sajak, esai dan sandiwara. Cerpennya “Barang Tiada Berharga”. Dan sandiwaranya “Lukisan Masa” merupakan prototif buat romannya Belenggu.
Cerpen-cerpennya bersama dengan yang ditulisnya sesudah perang kemudian dikumpulkan dengan judul Kisah Antara Manusia (1953). Sedang sandiwara-sandiwaranya dikumpulkan dengan judul Jinak-jinak Merpati (1954). Sajak-sajaknya dengan judul Jiwa Berjiwa diterbitkan sebagai nomor istimewa majalah Poedjangga Baroe (1939). Dan sajak-sajaknya tersebar kemudian dikumpulkan juga dan terbit dibawah judul Gamelan Jiwa (1960). Ia pun banyak pula penulis esai tentang sastra yang masih tersebar dalam berbagai majalah, belum dibukukan. Dalam bahasa Belanda, Armijn menulis Kort Overzicht van de moderne Indonesische Literatuur (1949)
Gaya bahasa Armijn sangat bebas dari struktur bahasa Melayu. Dalam karangan-karangannya ia pun lebih banyak melukiskan gerak kejiwaan tokoh-tokohnya daripada gerak lahirnya. Inilah terutama yang membedakan Armijn dengan pengarang lainnya.

c. Para Pengarang Balai Pustaka
• Nur Sutan Iskandar
Lahir di Maninjau 1893. Ia seorang pengarang Balai Pustaka dalam arti sesungguhnya.Roman pertamanya berjudul: Apa Dayaku Karena Aku Perempuan (1922) diterbitkan oleh swasta, yang kedua Cinta yang Membawa Maut (1926), kemudian bukunya yang menarik adalah Salah Pilih (1928) dan beberapa lagi adalah: Karena Mertua (1932), Tuba dibalas dengan Susu(1933), Hulu Balang Raja (1940 yang terpenting merupakan sebuah roman sejarah yang dikerjakan berdasarkan disertasi H. Kroekampde Westkust en Minang Kabau (1665-1668), Pantai Minang Kabau 91668 terbit 19310, Katak Hendak Jadi Lembu (1935) yang berlaku dikalangan priyayi sunda di Sumedang, roman ini gagal diceritakan karena ia tidak mengenal adat Sunda. Neraka Dunia (1937).
Karangan Nur Sutan Iskandar yang perlu disebut juga disini adalah Pengalaman Masa Kecil (1949) dan Ujian Masa (1952), yang keduanya merupakan kenangan otobiografis. Pengalaman masa kecil menarik hati yang melukiskan pengalaman-pengalaman sampai ia berusia 15 tahun, ketika ia mulai mengajar di sekolah desa tahun 1908. Ujian Masa lebih merupakan catatan-catatan tentang peristiwa politik yang terjadi di Indonesia sejak aksi meliter Belanda pertama sampai awal 1948.
• I Gusti Njoman Panji Tisna
Ni Rawit Ceti Penjual Orang yang melukiskan kebengisan masyarakat Feodal di Bali. Roman pertama yang dikarang putera bali dalam bahasa Indonesia. Roman keduanya adalah Sukreni Gadis Bali (1936) yang melahirkan kehidupan masyarakat bali yang keras dan kejam, roman ini mendapatkan kritikan yang tidak setuju kepada beberapa kepercayaan masyarakat Bali.

d. Para Pengarang Wanita
Para pengarang wanita Indonesia jumlahnya tidak banyak. Pada masa sebelum perang, yang paling dikenal dan paling penting ialah Selasih atau Seleguri. Keduanya nama samaran Sariamin (lahir di Tulu, sumatera Utara, tahun 1909) yang menulis dua buah roman dan sajak-sajak. Kedua buah roman itu ialah Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh Keadaan (1937). Sajak-sajaknya banyak dimuat dalam majalah Poedjangga baroe dan Pandji Poestaka.
Pengarang wanita lain yang juga pengarang roman ialah hamidah yang konon merupakan nama samaran Fatimah H. Delais (1914-1953) yang pernah namanya tercantum sebagai pembantu majalah Poedjangga Baroe dari Palembang. Roman yang ditulisnya hanya sebuah, berjudul Kehilangan Mestika (1935) yang diceritakan dalam roman itu ialah kemalangan dan penderitaan pelakunya. Seorang gadis yang mula-mula kehilangan ayah dan kehilangan kekasih berturut-turut.
Adli Affandi dan Sa’adah Alim (1898-1968) masing-masing menulis sebuah sandiwara, masing-masing berjudul Gadis Modern (1941) dan Pembalasannya (1941). Sa’adah Alim disamping itu juga menulis sejumlah cerpen yang kemudian dibukukan dengan judul Taman Penghibur Hati (1941). Ia pun menterjemahkan Angin Timur Angin Barat buah tangan pengarang wanita berkebangsaan Amerika yang pernah mendapat hadiah Nobel 1938, ialah Pearl S. Buck (lahir 1892).
Pada saat menjelang Jepang datang, muncul pula Mario Amin (dilahirkan di Bengkulu Tahun 1920). Menulis sajak-sajak dalam majalah Poedjangga Baroe, tetapi peranannya lebih berarti pada masa Jepang ketika ia menulis dan mengumpulkan beberapa prosa lirik yang simbolistis.

3. PERIODE 1942-1945
a. Saat-Saat yang Mematangkan
Dijajah Jepang selama 3,5 tahun merupakan pengalaman penting dalam sejarah Indonesia pada umumnya dan juga sastra pada khususnya. Karena Bahasa Indonesia tadinya dihindari Belanda agar supaya jangan resmi menjadi bahasa persatuan . Oleh orang Jepang Bahasa indonesia dijadikan satu-satunya bahasa yang harus dipergunakan diseluruh dikepulauan.
Dengan makin intensifnya Bahasa Indonesia dipergunakan dikepulauan Nusantara, maka sastra indonesiapun mengalami intensifikasi juga. Keimin Bunka Shindo merupakan kantor pusat kebahasaan yang dibentuk oleh Jepang. Selain itu, Jepang juga mengadakan perkumpulan sandiwara dibawah P.O.S.D (Perserikatan Oesha Sandiwara Djawa ) .
Pada masa penjajahan Jepang banyak orang menulis sajak dan cerpen, sandiwara sedangkan roman kurang ditulis itupun yang diterbitkan hanya dua Cinta Tanah Air, karangan Nur Sultan Iskandar dan Palawija (1944) karya Karim Halim. Keduanya roman propaganda yang bernilai sastra.
Pada masa inilah Bahasa Indonesia mengalami pematangan, seperti tampak pada sajak Chairil Anwar dan prosa Idrus yang tidak hanya sekedar alat untuk bercerita atau menyampaikan berita, tetapi telah menjadi alat pengucap sastra yang dewasa. Usaha inilah yang menyebabkan dimulainya suatu tradisi puisi indonesia yang hampir tak terbatas. Bahasa sajak Khairil Anwar bukan lagi bahasa buku yang terpisah dari kehidupan, tetapi bahasa sehari-hari yang menulang-sumsum, membersit spontan.
Kehidupan yang morat-marit juga mengajar para pengarang supaya belajar hemat dengan kata-kata. Setiap kata, kalimat, setiap alinea ditimbang dengan matang, baru disodorkn kepada pembaca. Juga segala superativisme dan perbandingan yang penuh retorika yang menjadi cirri dan kegemaran para pengarang pujangga baru telah ditinggalkan.
b. Para Penyair
Usmar Ismail, Bukittinggi 20 maret 1921, dikenal sebagai seorang dramawan dan sineas (pembuat film). Cerpen-cerpennya hanya ada beberapa saja, antara lain dimuat dalam Pancaran Cinta (1946) dan Gema Tanah Air (1948) disusun oleh H.B Jassin. Sajak-sajak Usmar kemudian dikumpulkan dan diterbitkan dalam dengan judul Patung Berasap (1949).
Dalam sajak “Kita Berjuang” ia dengan lantang menyatakan hahsratnya “Beserta saudara turut berjuang.” Maksudnya bserta saudara tua. Dalam sajak “Pujangga dan Cita-cita” ia dengan yakin berkata kepada pujangga, “ Carilah dahulu perjuangan jiwa/Carilah Asia di dalam dada.” Namun tak lama ia pun menulis sajak “Diserang Rasa” yang menggambarkan timbulnya rasa\was-was dan ragu kepada kesungguhnan janji semboyan Jepang.

DISERANG RASA

Apa hendak dikata
Jika rasa bersimaharajarela
Di dalam batin gelisah saja
Seperti menanti suatu yang tak hendak tiba

Pelita harapan berkelap-kelip
Tak hendak padam, hanyalah lemah segala sendi
Bertambah kelesah hati yang gundah
Sangsi, kecewa, meradang resah
Benci, dedam……..rindu, cinta………..

Amal Hamzah, adik Amir Hamzah, lahir di Binjai, Langkat 31 Agustus 1922. Ia menerjemahkan beberapa buah karya Tagore, yang pernah mendapatkan hadiah Nobel 1931 di antaranya Gitanyali (1947).
Amal mulai menulis di zaman Jepang, ketika ia kehilangan kepercayaan kepada manusia. Ia menjadi kasar dan sajak-sajaknya sangat naturalistis. Dalam sandiwara-sandiwaranya sangat menonjolkan sensualisme. Sajak dan karangan lain kemudian diterbitkan dalam sebuha buku berjudul Pembebasan Pertama (1949). Hilangnya kepercayaan kepada manusia, jelass terlihat dalam sajak “Melaut Benciku”. Selain itu, Amal juga menulis buku yang berjudul “ Buku dan Penulis” (1950).


MELAUT BENCIKU

Melaut benciku terhaadap manusia
Melaut pula benciku terhadapku sendiri
Karena dalamkelakuanmereka
Terlihat olehku perangaiku asli

Menjilat
Menipu
Membohong
Memeras

……………………………

Kalau boleh kupinta dulu
Aku tak usah lahir ke dunia tipu
Tapi mlang!
Aku lahir bukan kehendakku!
Dalam pelukan cainta berahi
Tumbuh benih membusuk diri

Tercampak ke dunia
Sebagai hasil nafsu kedua!
Bah!
Kalau boleh kupinta dulu
Jangan badan datang kemari
Rosihan Anwar, Padang 10 mei 1922. Sekarang terkenal sebagai wartawan komunis terkemuka. Sajak-sajaknya banyak melukiskan perasaaan dan semangat pemuda. Cerpennya yang berjudul “Radio Masyarakat” melukiskan kemelut jiwa pemuda yang dilnda keraguan atas segala janji-janji kosong dari Jepang. Pata tahun 1967 Rosihan menerbitkan sebuah roman berjudul “Radja Ketjil, Badjak Laut di Selat Malaka”.

c. Cerita Pendek
Pada masa Jepang cerpen tumbuh dengan subur. Beberapa penulis cerpen yang terkenal di antaranya adalah H.B. Jassin (Gorontalo, 31 juli 1922) yang menulis cerpen “Anak Laut”. Cerpen itu mungkin bukan cerpen Jassin yang petama, tapi jelas merupakan cerpennya yang terakhir. Sebelum perang Jassin menulis cerpen dalam Poejangga Baroe yang berjudul “Nasib Volontaire “ (1941).
Pengarang cerpen yang lain Bakri Siregar (Langsa /Aceh, 1922). Cerpennya yang pertama berjudul “Ditepi Kawah”. Pada masa pendudukan Jepang cerpen itu dibukukan dengan judul “Jejak Langkah” (1953).

d. Drama
Penulis drama yang juga tumbuh sangat subur di bawah perkumpulan P.O.S.D yang dipimpin Armijn Pane. Beberapa pengarang yang membuat drama pada jaman Jepang adalah Armijn Pane. Armijn yang pada masa sebelum perang telah menulis “Lukisan masa, Barang tiada berharga, dan lain-lain pada masa Jepang menulis beberapa buah sandiwara yang kemudian dibukukan dengan judul “jinak –jinak merpati” (1953). Segera sesudah proklamsi iamenulis “Antara bumi dan langit”.
Usmar Ismail, pada masa Jepang menyadur sebuah kisah “Chichi Kaeru“ karangan Kikuchi Kwan menjadi “Ayahku Pulang”. Selain itu, ia pun menulis sandiwara kepahlawanan rakyat Maluku“Mutiara di Nusa Laut”. Drama yang ditulis Usmar yang belum dibukukan “Mekar Melati”dan “Tempat yang Kosong”. Drama “Api , Liburan Seniman, dan Citra” kemudian dibukukan dengan judul “Sedih dan Gembira” (1949).
Abang Usmar Ismail yang bernama Abu Hanifah (El-Hakim) 1960 di Padang Panjang. Pada zaman Jepang menulis beberapa buah drama yang kemudian dibukukan berjudul “Taufaan di Atas Asia” (1949). Ada empat buah drama dalam buku itu, yaitu Taufan di Atas Asia terdiri dari 4 bagian, Intelek Istimewa, 3 bagian , Dewi Reni, 3 babak, Insan kamil, 3 babak. Drama Rogaya, 4 babak; Mambang laut, 3 babak belum pernah dibukukan. Kecuali drama, ia juga menulis roman Dokter Rimbu (1942).
Idrus, pada zaman Jepang menulis beberpa buah drama, antaraanya “Kejahatan Membalas Dendam” dimuat dalam buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma (1948); Jibaku Aceh (1945); Keluarga Surono (1948); Dokter Bisma 1945. Dalam “Kejahatan Membalas Dendam” ia melukiskan perjuangan pengarangmuda dalam menghadapi (kekuasaan) pengarang kolot dengan (tentu saja) kemenangan di pihak pengarang muda, meskipun si pengarang kolot main guna-guna segala.
Kotot Sukardi menulis sandiwara Bende Mataram yang berlatar belakang maa perang Diponegoro (1825-1830). Sandiwaara itu kemudia diterbitka Balai Pustaka dengan judul yang sama bersama-sama dengan karangan Inu Kertapati yang berjudul Sumping Sureng Pati tahun1945.

4. PERIODE 1953-1961
a. Krisis Sastra Indonesia
Pada bulan April 1952 di Jakarta diselenggarakan sebuah simposium tentang “Kesulitan-kesulitan Zaman Peralihan Sekarang” dalam simposium itu dilontarkan istilah “Krisis Akhlak”, “Krisis Ekonomi” dan berbagai krisis lainnya.
Tahun 1953 di Amsterdam diselenggarakan simposium tentang kesusastraan Indonesia antara lain berbicara dalam simposium itu Asrul Sani, Sultan Takdir Ali Sjahbana, Prof. Dr. Werthim dan lain-lain. Disinilah untuk pertama kali dibicarakan tentang “Impasse (kemacetan) dan “krisis sastra Indonesia” sebagai akibat dari gagalnya revolusi Indonesia, tetapi persoalan tentang krisis baru menjadi bahan pembicaraan yang ramai ketika terbit majalah konfrontasi pada pertengahan tahun 1954. Nomor pertama majalah ini memuat essay Soejatmako berjudul “Mengapa konfrontasi” dalam karangan ini secara tandas dikatakan oleh penulisnya bahwa sastra penulisnya sedang mengalami krisis.
Soejatmoko mengatakan bahwa sastra Indonesia sedang mengalami krisis karena yang ditulis hanya cerpen-cerpen kecil yang “berlingkar sekitar fsikologisme perseorangan semata-mata” roman-roman besar tak ada ditulis.
Karangan Soejatmoko ini mendapat reaksi hebat, terutama dari kalangan sastrawan sendiri seperti : Nugroho Notosusanto, S.M. Ardan, Boejong Saleh, dan lain-lain. Begitu pula H.B. Jassin dalam simposium sastra mengemukakan sebuah prosaran yang diberinya judul “Kesusastraan Indonesia Modern tidak ada krisis” dengan bukti-bukti dari dokumentasi yang kengkap, Jassin pun menolak sebutan adanya krisis maupun impasse dalam kehidupan sastra Indonesia.
Dalam tulisan berjudul “Situasi 1954” yang ditujukan kepada sahabatnya Ramadhan K.H, Nugroho Notosusanto mencoba mencari latar belakang timbulnya penamaan “Impasse sastra Indonesia” yang bagi dia tidak lebih hanya sebuah “Mite” (dagangan belaka). Menurut Nugroho asal timbulnya mite itu ialah pasimisme yang berjangkit dari kalangan orang-orang tertentu pada masa sesudah kedaulatan. Kecuali itu Nogroho pun melihat kemungkinan bahwa golongan “Old Cracks” angkatan 1945 pada sekitar tahun 1945 mengalami masa keemasan, pada masa sesudah tahun 1950 mengalami kemunduran.
Sitor Sitomurang dalam sebuah tulisannya yang berjudul “Krisis” H.B Jossin dalam majalah mimbar Indonesia mengemukakan pendapatnya bahwa yang ada bukanlah krisis sastra melainkan krisis ukuran menilai sastra. Sitor berkesimpulan bahwa krisis yang terjadi ialah krisis dalam diri jassin sendiri karena ukurannya tidak matang.

b. Sastra Majalah
Sejak tahun 1953 balai pustaka yang sejak jaman sebelum perang merupakan penerbit utama buat buku-buku sastra, kedudukannya tidak menentu. Demikian pula penerbit Pustaka Rakyat yang tadinya disamping balai pustaka merupakan penerbit nasional yang banyak menerbitkan buku-buku sastra, agaknya terlibat dalam berbagai kesukaran begitu juga dengan penerbitan buku lainnya seperti pembangunan, dan lainnya.
Maka aktivitas sastra terutama hanya dalam majalah-majalah saja seperti gelanggang atau siasat, mimbar Indonesia, Zhenit, pujangga baru dan lain-ain. karena sifat majalah maka karangan-karangan yang mendapat tempat terutama yang berupa sajak, cerpen dan karangan-karangan lain yang tidak begitu panjang. Keadaan seperti itulah yang menyebabkan lahirnya istilah “sastra majalah” istilah ini pertama kali dilontarkan oleh Nugroho Notosusanto yang dimuat dalam majalah kompas yang dipimpinnya.
Persoalan lahirnya angkatan sesudah Chairil Anwar. Dalam simposium sastra tahun 1955, Harijadi S. Hartowardoyo memberikan sebuah prosaran yang berjudul “Puisi Indonesia sesudah Chairil Anwar” juga dalam simposium-simposium di Jogyakarta, Solo dan kota-kota lain ada kecendrungan pikiran untuk menganggap telah lahir suatu angkatan para pengarang baru yang terasa tidak tepat lagi digolongkan kepada angakatan Chairil Anwar yang populer dengan nama angkatan 45 itu dalam simposium sastra yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1960 Ajib Rosyidi memberikan sebuah prasaran tentang “sumbangan angkatan terbaru sastrawan Indonesia kepada perkembangan kesusastraan Indonesia “Dalam prasaran itu dicoba untuk mencari ciri-ciri yang membedakan angkatan terbaru dengan angkatan 45. Lebih lanjut dalam prasaran itu dikemukakan bahwa sikap budaya para sastrawan yang tergolong pada angkatan terbaru merupakln sintesin dari dua sikap ekstrim mengenai konsepsi kebudayaan Indonesia.
Dalam seminar kesusastraan yang diselenggarakan oleh fakultas tahun 1963, Nugroho Notosusanto dalam ceramahnya berjudul “soal periodisasi dalam sastra Indonesia” mengemukakan bahwa memang ada periode sebelumnya. Nugroho menekankan pada kenyataan bahwa para pengarang yang aktif menulis pada periode 1950 ialah mereka yang telah mempunyai “sebuah tradisi Indonesia sebagi titik tolak”. Sifat imitatif dari Belanda atau Eropa berkurang. Pandangan keluar negeri tidak hanya Eropa melainkan keseluruh Dunia. Ditambah pula oleh penghargaan yang wajar kepada sastrawan-sastrawan Indonesia sendiri.
Berbeda dengan para pengarang punjangga baru dan angkatan 45, para pengarang periode 50 ini lebih menitik beratkan pada penciptaan hal ini berhubungan juga tentu dengan kurangnya pengetahuan mereka pada saat itu. Baru kemudian setelah berkesempatan menambah pengetahuan pula, mereka merumuskan cita-cita dan kehadirannya.
Dalam hal ini peranan majalah kisah (1953-1956), tidak bisa dibilang kecil, karena banyak pengarang yang muncul dalam periode ini mengumumkan tulisan-tulisannya yang mula-mula dalam majalah ini atau banyak pula pengarang yang sudah menulis sebelum tahun 1953, kemudian mendapat kesempatan berkembang sebaik-baiknya dalam majalah kisah.
Di samping itu patut juga disebut majalah mahasiswa kompas yang setelah dipimpin oleh Nugroho Notosusanto sangat banyak memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan dan karya-karya sastra, majalah prosa pimpinan Ajip Rosidi yang hanya terbit nomor, ruangan kebudayaan genta dalam majalah merdeka yang diasuh oleh S.M. Ardan dan kawan-kawan, majalah seni (terbit hanya setahun) majalah konfrontasi, majalah Tjerita dan majalah budaya (terbit di Yogyakarta) dan beberapa majalah lain, disamping majalah-majalah yang sudah lama ada seperti Mimbar Indonesia, Gelanggang atau Siasat Indonesia.
Termasuk kepada para pengaran dari periode ini antara Nugroho Notosusanto, M. Hussyn Umar, Toto.S.Bachtiar, W.S.Wendra, N.H. Dini Subagio Sastrowardoyo, Trisnoyuono, S.M. Ardan, Rajino Paratikro, A.A. Navis, Sukanto. S.A, Iwan Simatupang.

c. Para Pengarang Wanita
• N.H. DINI
N.H. Dini nama lengkapnya Nurhajati Srihardini lahir di Semarang tanggal 29 Pebruari 1936. Mulai menulis cerpen-cepen yang dimuat dalam majalah kisah dan lain-lain. Pada cerpen-cerpen itu tidak ada lagi protes-protes yang berkisar pada soal-soal kewanitaan yang dunianya terjepit di tengah dunia laki-laki. Tokoh wanita Dini ialah manusia-manusia yang berontak karena hendak memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia. Dalam cerpen ‘Dua Dunia’ dikisahkan Dini tentang Iswanti seorang janda muda yang sakit tipus yang diceraikan suaminya karena si suami main gila dengan ibu tirinya sendiri. Cerpen itu kemudian bersama dengan beberapa buah cerpennya yang lain dibukukan dengan judul Dua Dunia (1956)

Dalam cerpen-cerpen itu Dini menunjukan perhatiannya yang besar terhadap kepincangan-kepincangan sosial yang dia lihat dan terjadi disekelilingnya . Misalnya dalam cerpennya ‘Kelahiran’ dan ‘Perempuan Warung’.
Setelah terbit dengan kumpulan cerpen itu, Dini kemudian menerbitkn sebuah roman pendek berjudul Hati Yang Damai (1961). Ceritanya tentang seorang isteri penerbang yang ketika suaminya mendapat kecelakaan lalu terlibat dalam cinta segi empat hingga akhirnya ia menemukan kedamain dan keluasan hati suaminya.
Dini kemudian menikah dengan seorang diplomat Perancis. dan ketika mengkuti suaminya bertugas di Jepang ia menulis sebuah roman yang berjudul namaku Hiroko, setelah dari Jepang ia mengikuti suaminya ke Perancis yang berjudul Pada Sebuah Kapal, yang diumumkan pada majalah-majalah sastra dan Horison, naskah roman lain yang sudah diselesaikannya berjudul la Barka.
Kecuali Nh. Dini pada periode ini kita pun mencatat beberapa pengarang wanita lain Surtingsih, Dyantinah B, Supeno dan Hartini ialah para penulis cerpen yang dimuat dalam majalah. Tetapi sebegitu jauh belum ada data-data untuk mencatat kegiatan mereka lebih daripada menyebut nama-namanya saja.

5. PERIODE 1961-Sekarang
a. Sastra dan Politik
Merupakan suatu kenyataan sejarah bahwa sudah sejak awal pertumbuhan sastrawan-sastrawan Indonesia menunjukkan perhatian yang serius kepada politik. Bahkan ada di antaranya yang kemudian lebih terkenal sebagai politikus daripada pengarang seperti Muh. Yamin dan Roestam Effendi. Demikian juga para pengarang pujangga baru ialah orang-orang yang aktif dalam dunia pergerakan nasional. Para pengarang pada awal revolusi bukanlah orang-orang yang bersifat a-politis. Chairil Anwar, Pramaedya Ananta Toer, Achdiat K. Mihardja, Mochtar Lubis merupakan orang-orang yang mempunyai pandangan dan kesadaran politik.
Perbedaan-perbedaan pandangan mengenai seni dan sastra yang berpangkal pada perbedaan-perbedaan pendirian politik, sudah sejak lama kelihatan dalam dunia sastra Indonesia. Pada awal tahun lima puluhan terjadi polemik yang seru juga antara orang-orang yang membela hak hidup Angkatan 45 dengan orang-orang yang mengatakan “Angkatan 45 sudah mampus” yang berpangkal pada suatu sikap politik. Pihak yang berpaham realisme-sosialis, yaitu paham yang menjadi filsafat-seni kaum komunis aktif mengadakan polemik. Penganut paham realisme sosials yang paling keras teriakannya ialah As Dharta yang menjadi pokok soal bahan polemik-polemik ialah paham “seni untuk seni” dan “seni untuk rakyat”, orang-orang yang menganut paham realisme sosialis berpaham “seni untuk rakyat” sambil mengutuk orang-orang yang berpaham “seni untuk seni” sebagai penganut “humanisme universal” yang dicapnya sebagai filsafat kaum borjuis kapitalis yang bobrok.
Yang paling bernilai diantara polemik-polemik itu karena kedua belah pihak menulis dengan kepala dingin dan pandangan yang luas serta hati terbuka ialah yang terjadi sekitar tahun 1954 antara Boejoeng Saleh Poeradisastro dengan Soedjatmoko berkenaan dengan pandangan-pandangan Soedjatmoko dalam karangannya “Mengapa Konfrontasi”.
Pada tahun 1950 berdirilah di Jakarta Lembaga Kebudayaan Rakyat yang kemudian lebih terkenal dengan sebutan Lekra. Sebagai sekretaris jenderalnya yang pertama bertindak As. Dharta. Pada mulanya Lekra ini belum merupakan organ kebudayaan dari PKI. Diantara yang hadir pada ketika pembentukan Lekra itu terdapat orang-orang yang kemudian menjadi musuh antara lain HB Jassin dan Achdiat K. Mihardja. Setelah PKI kuat kedudukannya, Lekra secara resmi menjadi organ kebudayaannya. Lekra dengan tegas menganut “seni untuk rakyat” dan menghantam golongan yang menganut paham “seni untuk seni”.
Dalam gelanggang percaturan politik PKI makin kuat kedudukannya. Tahun 1959 Soekarno mendekritkan UUD 1945 berlaku lagi dan mengajukan “Manifesto Politik” (Manipol) sebagai dasar haluan negara. Manipol memberikan ruang gerak kepada PKI untuk merebut tempat-tempat dan posisi-posisi penting untuk merebut kekuasaan.
Dalam usahanya mempersiapkan diri untuk merebut kekuasaan itu, PKI mengerahkan segala kekuatan dalam segala bidang. Dalam bidang kebudayaan dilakukan oleh Lekra. Lekra melakukan teror terhadap orang-orang dan golongan yang dianggapnya tidak sepaham.
Dalam bidang sastra satu persatu pengarang yang mempunyai paham berbeda dengan mereka, dihantam dan dimusnahkan. Sutan Takdir Alisjahbana yang politis menjadi anggota partai yang dibubarkan (PSI) dan Hamka (Masyumi) menjadi sasarannya. Buku-buku mereka dituntut supaya dilarang dipergunakan.
Tahun 1950 PNI membentuk Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) diketuai oleh Sita Situmorang. NU membentuk Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (LESBUMI) dengan ketua Osman Ismail. Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Syariat Islam Indonesia (PSII), Partai Indonesia (Partindo).
Dengan berbagai cara para budayawan, seniman, dan pengarang Indonesia dipaksa masuk Lekra. Organisasi-organisasi yang hendak berdiri sendiri (independen) terus diteror dan difitnahnya seperti terjadi dengan Himpunan Mahasiswa islam (HMI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII).
c. Sajak-Sajak Perlawanan Terhadap Tirani
Para mahasiswa dan pelajar di Indonesia berdemonstrasi menuntut untuk membubarkan PKI, ritual kabinet Dwikora dan turunkan harga, yang biasa disebut Tritura. Para pengarang dan penyair pun turut serta secara aktif dengan cara menulis sajak-sajak perlawanan terhadap tirani. Diantaranya adalah Tirani dan Benteng oleh Taufiq Ismail, perlawanan oleh Mansur Samin, Mereka Telah Bangkit oleh Bur Rasuanto, Pembebasan oleh Abduk Wahid Sitomorang, Kebangkitan oleh lima penyair mahasiswa Fakultas Sastra, Ribeli yang ditulis oleh Aldiah Arifin, Djohan A. Nasution dan dua pengaduan Lubis, dan sajak-sajak yang lain.
Yang paling penting adalah kumpulan sajak Tirani yang tercetak pada tahun 1966 dan Benteng tahun 1968.
Adanya protes sosial dan politik dalam sajak itu menyebabkan H.B. Jassin memperoklamasikan lahirnya ‘Angkatan 66” dalam majalah Horison (1966), yang mengatakan bahwa khas pada hasil-hasil kesusastraan 66 ialah protes sosial dan protes politik. H.B. Jassin mengatakan bahwa pengarang yang masuk “Angkatan 66” adalah mereka yang pada tahun 1945 berumur kira-kira 6 tahun dan pada tahun 1966 berumur 25 tahun, mereka adalah Ajip, Rendra, Yusach Ananda, Bastari Asnin, Hartoyo Andangdjaja, Mansur Samin, Sarbini Afn, Goenawan Mohammad. Indonesia O’Galelano, Taufiq Ismail, Navis, Soewardi Idris, Djamil Suherman, Bokar Hulasuhut”.
Terhadap ‘Angkatan 66’ ini timbul berbagai reaksi Rachmat Djoko Pradopo di Horison (1967) menyambut ‘Angkatan 66” sastra Indonesia dengan baik, sedangkan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan Arief Budiman lebih menyukai nama ‘Angkatan Manifes (Kebudayaan)”.
d. Beberapa Penyair
• Soelarto
Lahir tanggal 11 September 1936 di Purwarejo. Ia menulis cerpen yang penuh dengan protes dan ejekan dan hanya catatan-catatan mengenai situasi politik dan sosial. Dramanya yang berjudul Domba-Domba Revolusi mendapat reaksi dari orang-orang Lekra. Kemudian drama itu ditulis dalam bentuk novel yang berjudul Tanpa Nama oleh Nusantara tahun 1963. Balai Pustaka juga menerbitkan sramanya yang berjudul Domba-Domba Revolusi (1968).
• Taufiq Ismail
Lahir tahun 1937 di Bukit Tinggi dan dibesarkan di Pekalongan. Beliau mulai mengumumkan sajak-sajak, cerpen-cerpen dan esai-esainya sejak tahun 1954. Baru pada awal tahun 1966 ia muncul ke permukaan ketika karyanya berjudul “Tirani” berisi sajak-sajak diumumkan di tengah-tengah demonstrasi para mahasiswa dan pelajar yang menyampaikan “Tritura”. Dalam karyanya ini, beliau memakai nama samaran Nur Fadjar. Sajak-sajak itu berjumlah 18 dan dituliskan dalam waktu seminggu, antara tanggal 20 dan 28 Februari 1966 dan diterbitkan pertama kali di Majalah Gema Psycholohi. Kali ini Taufiq sudah terang-terangan mengumumkan namanya sendiri.
Antara tanggal 20 sampai 28 Februari 1966 di Jakarta terjadi peristiwa-peristiwa penting. Demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang menuntut Tritura, uang diganti, bensin dinaikkan harganya, ongkos bis kota dinaikkan lima kali lipat. Tanggal 24 Februari kabiner Dwikora yang baru dan malah memasukkan menteri-menteri Gestapu lebih banyak lagi akan ditantik. Para mahasiswa dan pelajar bergerak. Bentrokan terjadi disertai penembakan. Arif Rahman Hakim tertembak dan wafat. Hal ini menyebabkan para mahasiswa dan pelajar lebih marah lagi. Pemakaman Arif Rahman Hakim dilakukan secara pahlawan dan orang yang mengiringi jenazahnya pe pekuburan sangat banyak.
Latar belakang itu harus dipahami agar kita dapat menikmati sajak-sajak Taufiq Ismail dalam Tirani yang menggugah rangsang emosional pembacanya secara meluas.
Peristiwa di Skeretariat negara (penembakan dan beberapa orang mahasiswa terluka) direkamkan dalam sajak ‘Sebuah Jaket Berlumur Darah’, ‘Harmoni’, ‘Jalan Segara’. Penembakan Arif Rahman Hakim direkamkan dalam sajak ‘Karangan Bunga’, Salemba’, ‘Percakapan Angkasa’, ‘Aviasi’, dan ‘Seorang Tukang Rambutan pada Isterinya’.
Sajak-sajak yang dimuat dalam “Benteng” tak jauh beda dengan yang dimuat dalam “Tirani”. Hanya dalam Benteng pikiran sudah lebih banyak bivara. Dalam sajaknya ‘Rendezvous’, Taufiq yakin bahwa tugas yang ketika itu sedang dilakukannya ialah tugas sejarah yang tak bisa dielakkan. Maka tujuan dan cita-cita yang lebih terperinci dirumuskannya dalam ‘Yang Kami Minta Hanyalah’, ‘Refleksi Seorang Pejuang Tua’, ‘Benteng’, dan ‘Nasihat-nasihat Kecil Orang tua pada Anaknya Berangkat Dewasa’.

e. Para Pengarang Wanita
Titie Said, S. Tjahjaningsih, Titis Basino, Sugiarti Siswandi, Ernisiswati Nutomo, Enny Sumargo, dan lain-lain sebagai pengarang prosa. Sedangkan sebagai penyair kita lihat munculnya Isma Sawitri, Dwiarti Mardjono, Susy Aminah Aziz, Bipsy Soerharjo, Toeti Heraty Noerhadi, Rita Oetoro dan lain-lain.
Titie Said (Ny. Titie Raja Said Sadikun) adalah seorang wanita yang banyak menulis cerpen. Ia dilahirkan di Bojonegoro, 11 Juli 1935. Titie Said pernah menjadi anggota redaksi majalah Wanita. Cerpen-cerpennya kemudian dikumpulkan dalam sebuah buku berjudul “Perjuangan dan Hati Perempuan” (1962). Sebagian besar dari cerpen-erpen yang dimuat dalam buku itu mengisahkan perjuangan dan perasaan hati perempuan. Cerpen-cerpennya “Maria” dan “Kalimutu” merupakan cerpen-cerpen terbaik yang dimuat dalam buku tersebut.
S. Tjahjaningsih muncul dengan sebuah kumpulan cerpennya “Dua Kerinduan” (1963). Kebanyakan cerpennya belum meyakinkan kita akan kematangannya. Yang dia berikan tidak lebih dari hanya harapan untuk masa depan.


















BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sastra tulisan di indonesia dibagi dalam beberapa periode antara lain:
I. MASA KELAHIRAN (1900-1945) yang dapat dibagi menjadi:
1. Periode awal hingga 1933;
2. Periode 1933-1942;
3. Periode 1942-45.

II. MASA PERKEMBANGAN (1945-sekarang) meliputi:
1. Periode 1945-1953;
2. Periode 1953-1961; dan
3. Periode 1961- sekarang
Dan dari tahapan periode yang sudah dilalui dapat disimpulkan adanya perbedaan antara satu periode dengan periode lainnya salahsatunya karena bangsa indonesia sedang dalam keadaan terjajah dan pada periode tersebut karya sastra yang muncul kebanyakan bertemakan perjuangan atau perlawanan terhadap penjajah
B. SARAN
Mengetahui sejarah perkembangan sastra di indonesia sangatlah perlu terutama bagi kita yang mendalami kesusastraan (jurusan bahasa indonesia khususnya) maupun masyarakat pada umumnya karena hal tersebut bisa memudahkan kita dalam meresensi setiap karya sastra karena setiap periode memiliki benang merah tersendiri yang membedakannya dari periode sastra yang lain.



DAFTAR WEBSITE


http://www.Wikipedia/org/wiki/sastra.com
http://www.geocities.com/daudp65/
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulisan. Suatu proses dimana kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata secara undividual akan dapat diketahui.
Dalam membaca dikenal jenis membaca telaah isi yang memiliki pengertian membaca dengan cara meneliti bahan yang tersedia dengan tidak mengesampingkan ketelitian, pemahaman, serta kekritisan dalam berfikir.

1.2. Rumusan Masalah

Dalam penulisan makalah mengenai Membaca Telaah Isi bila kita tidak menentukan patokan-patokan yang jelas mengenai hal-hal yang akan kita bahas tentunya kita akan memperoleh kesulitan dalam mengembangkan makalah ini.
Mengingat adanya keterbatasan dalam kemampuan penulis dan demi terarahnya penulisan makalah maka penulis membatasi permasalahan pada hal-hal:
1. Apa yang dimaksud dengan membaca teliti?
2. Apa yang dimaksud dengan membaca kritis?
3. Apa yang dimaksud dengan membaca ide?


1.3. Tujuan Penulisan
Bertitik tolak dari pertanyaan yang diajukan penulis, maka penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca teliti
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca pemahaman
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca kritis
4. Mengetahui apa yang dimaksud dengan membaca ide





























BAB II
LANDASAN TEORITIS


Dalam proses belajar mengajar mengajar maupun kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa dilepaskan dari kegiatan membaca, baik itu untuk tujuan pedidikan( memperoleh nilai, maupun untuk kesenangan semata ).
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/ bahasa tulisan. Suatu proses dimana kelompok kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas dan makna kata secara individual akan dapat diketahui.


















BAB III
METODE dan PEMBAHASAN


3.1. Metode dan Prosedur Penulisan
Mengacu pada tujuan penulisan makalah ini, maka metode yang penulis pilih adalah metode merangkum . Arikunto (2005:131) menyatakan bahwa, “metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapau suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan mempergunakan teknik serta alat alat tertentu”. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa, “Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan mengetahui ada tidaknya akibat dari suatu yang dikenakan pada subjek selidik”. . Jadi dengan metode ini penulis merangkum semua bahan yang ada untuk mendapatkan bahan-bahan yang sesuai dengan penulisan makalah. Membaca telaah isi agar bisa memperoleh bahan yang tepat dengan pembahasan makalah.

3.2. Membaca Teliti
Membaca teliti merupakan suatu kegiatan yang sama pentingnya dengan membaca sekilas sering kali kita perlu membaca teliti bahan-bahan bacaan yang kita sukai. Dalam kegiatan membaca teliti dituntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh. Membaca teliti memerlukan keterampilan, antara lain :
1) Survei yang cepat untuk memperhatikan/melihat organisasi dan pendekatan umum
2) Membaca secara seksama dan membaca ulang paragraph-paragraf untuk menemukan kalimat judul dan perincian-perincian penting
3) Menemukan hubungan setiap paragraph dengan keseluruhan tulisan atau artikel.



1. Membaca Paragraf dengan Pengertian
Paragraf yang tertulis rapi biasanya mengandung sebuah pikiran pokok (central thought). Pokok pikiran terkadang diekspresikan dalam suatu kalimat judul (topic sentences) pada awal paragraph. Tetapi ada pula pokok pikiran yang dinyatakan dalam dua atau tiga kalimat. Oleh karena itu kita perlu melatih diri mengenal pokok pikiran dalam paragraph serta melihat bagaimana caranya paragraf mengembangkan pikiran tersebut.
Beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengembangkan pokok pikiran suatu paragraf :
a) Dengan mengemukakan alasan-alasan
b) Dengan mengutarakan perincian-perincian
c) Dengan mengetengahkan satu atau lebih contoh
d) Dengan memperbandingkan atau mempertentangkan dua hal
( Albert (et al) dari Tarigan 1979 : 41)
Dalam pengembangan pokok pikiran dalam suatu paragraph yang harus diperhatikan adalah walaupun kebanyakan paragraph tidak tersusun sesuai dengan contoh, namun semua paragraph yang baik memiliki suatu organisasi yang dapat dikenal. Berikut ini beberapa contoh dari setiap cara pengembangan pikiran pokok sesuai ketentuan diatas.

a. Pengembangan Paragraf dengan Mengemukakan Alasan
Pada contoh paragraph berikit ini, kita bisa melihat bahwa pokok fikiran dinyatakan dengan jelas dalam satu kalimat judul (yang dicetak miring). Perhatikan cara penulis mengembangkan pokok pikiran dengan mengemukakan alas an-alasannya :

Ada beberapa alasan mengapa saya memilih bahasa Simalungun sebagai bahan disertasi saya. Pertama, penelitian mengenai bahasa Simalungun masih sangat langka. Kedua, bahasa Simalungun merupakan jembatan penghubung antara bahasa- bahasa Batak Utara dengan Bahasa-bahasa Batak Selatan … (Henry Guntur Tarigan 1979 ; 41)

Kita dengan mudah dapat organisasi paragraph tanpa menemui kesulitan. Inilah kerangka paragraph tersebut :
1) Penelitian mengenai bahasa Simalungun masuh sangat langka
2) Bahasa Simalungun merupakan jembatan penghubung (antara bahasa-bahasa Batak Utara dengan bahasa-bahasa Batak Selatan)

b. Pengembangan Paragraf dengan Mengutarakan Perincian
Apabila pokok pikiran suatu paragraf merupakan suatu pernyataan yang memerlukan suatu penjelasan atau keterangan atau keterangan, penulis yang baik akan mengutarakan perincian-perincian yang membuat keterangan itu menjadi jelas dan lengkap. Perhatikan contoh berikut ini yang dikembangkan dengan cara mengutarakan perincian-perincian untuk menunjang pokok pikiran :

Pendidikan yang ditempuhnya penuh pengorbanan dan tanpa pamrih selama bertahun-tahun, baik itu didalam maupun diliar negeri dengan bermodalkan tekad dan cita-cita yang luhur, mengangkat harkat dan mertabat keluarganya ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih mulia dimata masyarakat. Betapa tidak. Suaru keluarga misakin, dolongan rendah, maju dalam pendidikan. Dari enam orang anak satu sudah menjadi sarjana ………..

c. Pengembangan Paragraf dengan Mengetengahkan Contoh
Dalam penilisan paragraf, seorang penilis seringkali menerangkan kalimat judul dengan menggunakan contoh untuk menjelaskan apa yang ia maksudkan.
Perhatikan contoh paragraph berikut :

Bahkan orang awam yang berasal dari desa yang jauh dari pedalaman sekalipun tahu menghargai bahasa mereka. Mereka meghargai serta mempertahankan kelangsungan hidup serta keaslian bahasa mereka. Inilah suatu ilustrasi yang memperlihatkan bagaimana Sahap Simalungun


d. Pengembangan Paragraf dengan Perbandingan atau Pertentangan
Cara lain yang bisa digunakan untuk mengembangka pokok pikiran suatu paragraph yaitu dengan perbandingan atau pertentangan dengan komparasi atau kontras. Penbaca hendaknya menyadari fungsi dari komparasi sangat penting terutama sebagai suatu penjelasan terhadap pernyataan umum kalimat judul. Pembaca haruslah menghindarkan diri dari keasyikan terhadap fakta-fakta serta perincian-perincian yang disajikan oleh penulis yang justru menghilangkan hal yang sebenarnya hendak dilikuskan penulis.

2. Membaca Pilihan yang Lebih Panjang
Apabila kita sudah bisa membaca suatu paragraph yang tepat, kita tidak akan menghadapi kesulitan dalam menghubungkan bab atau artikel yang memuat paragraph tersebut. Seperti juga halnya kalimat-kalimat yang mengembangkan pokok pikiran suatu paragraph, suatu paragraph pun turut menunjang dalam pengembangan pokok pikiran keseluruhan bab atau artikel.
Kemampuan untuk menghubungkan paragraph-paragraf tunggal dan kelompok-kelompok paragraph dengan penggalan keseluruhan tulisan sangat penting dalam membaca teliti. Begitu pula kemampuan untuk membeda-bedakan, antara paragraph-paragraf yang memuat serta menyajikan ide-ide pokok atau ide-ide utama dan paragraph yang semata-mata hanya mengurai atau menerangkan ide-ide dalam paragraf-paragraf terdahulu (Albert (et al) 1979 : 45)

3. Membuat Catatan
Sebagai tambahan terhadap nilai catatan-catatan itu sendiri, proses actual pembuatan catatan memantu kita dalam beberapa ha antara lain :
a) Menolong kita memahami apa yang kit abaca atau apa apa yang kita dengan
b) Membuat kita terus-menerus mencari fakta-fakta dan ide-ide yang penting
c) Membantu ingatan kita
Catatan yang dibuat bisa berdasarkan bacaan yang kit abaca ataupun berdasarkan penjelasan atau paparan yang kita dengar.

a. Mengenai Bacaan
Apabila kita ingin membuat catatan mengenai bahan yang kit abaca hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1) Bacalah sekilas seluruh kutipan atau pilihan sebelim membuat catatan
2) Tentukan hal-hal apa yang perlu kita catat ( hal yang mendetil atau ide-ide pentingnya saja)
3) Butlah catatan dengan menggunakan kata-kata sendiri
4) Kembangkanlah system-sistem sendiri mengenai penyingkatan dan pemenggalan kata-kata
5) Apabila mengutip sesuatu pakailah tanda kutipan.
6) Buatlah catatan yang jelas dan singkat
7) Periksa kembali apakah catatan tentang hal-hal yang penting tidak terlewatkan.



b. Menandai Buku
Mortimer J. Adler menulis sebuah artikel yang berjudul “How to Mark a book” yang menulis tentang hal-hal yang berkaitan debgan penandaan buku berikut ini beberapa hal yang dianjurkan berkaitan dengan penandaan buku :
1) Haruslah ditegaskan bahwa tindakan menandai buku bukan merupakan tindakan pengrusakan terhadap buku melainkan merupakan suatu bentuk kecintaan terhadap buku
2) Kita membaca sesuatu antara baria-baris. Sama pentingnya dengan menulis antara baris-baris
3) Jangan menandai buku yang bukan merupakan milik kita
4) Memiliki buku dalam arti yang sebenarnya bukan berarti membiatkan buku bersih tanpa kita tandai
5) Terdapat beberapa cara yang bisa digunakan dalam menandai buku :
a. Menggarisbawahi hal-hal yang penting, perntataan utama serta yang memberikan dorongan
b. Member tanda-tanda bintang atau asterisk pada halaman pinggir
c. Member angka-angka pada halaman pinggir
d. Membubuhka nomor halaman lain pada pinggir halaman
e. Melingkari kata-kata atau frase yang sianggap penting
f. Menulis serta membuat catatan pada pinggir halaman.

4. Dalam Kelas
Apabila kita sedang dalam lingkungan kelas adalalanya infornasi yang disampaikan oleh pendidik tidak ada dalam buku maka hal yang harus kita lakukan adalah dengan cara mencatat hal-hal yang kita perlukan. Hal-hal yang bisa menolong kita dalam membuat catatan antara lain :
a) Jangan mencatat semua hal yang diucapka oleh pembicara tapi, catatlah hal-hal yang terpentingnya saja
b) Dengarkanlah isyarat-isyarat yang diberikan yang menandakan bahwa suatu kata atau frase itu penting
c) Apabila ketinggalan dalam mencatat maka tinggalkan spasi dalam catatan dan lanjutkan mencatat

5. Menelaah Tugas
Agar siswa bisa lebih memahami apa saja yang disampaikan pendidik serta menyelesaikan tugas dengan baik, maka perlu dibiasakan belajar dengan cara SQ3R yaitu Survey, Question, Read, Recite, Review. Apabila kita mempraktikan metode ini maka kita bisa menyelesaikan tugas dalam waktu yang singkat dan juga bisa memperoleh hasil yang baik. Berikut ini penjelasan mengenai metode SQ3R :


a) Survey ( Penelitian Pendahuluan )
Hal yang bisa kita lakukan yaitu dengan cara memeriksa keseluruhan judul-judul, sub judul, bab utama. Tidak lupa juga perhatikan organisasi bab tersebut. Baca secara sekilas paragraph pertama.
b) Question ( Tanya )
Apabila kita membaca untuk bisa memperoleh jawaban dari pertanyaan yang sudah kita punyai biasanya kita akan lebih teliti serta berhati-hati dalam membaca baik itu kalimat maupun kata oleh sebab itu siapkanlah beberapa pertanyaan sebelum kita akan membaca.
c) Read ( Baca )
Bacalah paragraph demi paragraph dengan seksama, karena setiap paragraph memiliki pokok pikiran yang bisa kita perileh dengan cara – cara yang sudah kita jelaskan sebelumnya.
d) Recite ( Ceritakanlah Kembali dengan Kata – kata Sendiri)
Apabila kita sudah membaca dengan teliti maka ingatlah kembali isi bacaan yang kita baca kemudian, ingtlah bab-sub bab yang terpenting atau juga kata kunci dari hal-hal yang terpenting kemudian bila kita sudah bisa memahaminya cobalah menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata kita sendiri berdasarkan atas apa yang sudah kit abaca dan pahami.
e) Review ( Tinjau Kembali )
Periksa kembali bahan yang sudah kit abaca dengan cara meluhat judul, gambar, diagram tinjau kembali pertanyaan, dan saran-saran studi lainnya.

3.3. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman atau ( reading for understanding ) adalah sejenis membaca yang bertujuan hal-hal sebagai berikut :
1. Standar-standar atau norma-norma kesusastraan ( literarystandards)
Penulis kreatif dalam bidang fiksi, drama, puisi, biografi dll. Memiliki beberapa pengalaman hidup yang hendak disampaikan kepada pembacanya. Pengarang ingin agar kita merasakan apa yang telah dirasakannya mengenai emisi yang sering dijumpainya, dia ingin agar kita bisa memahami kekuatan fakta dan visi kebenaran yang telah dilihatnya serta dirasakannya. Para seniman kreatif sangat peka terhadap kekuatan serta keindahaan kata-kata. Ia sadar akan seluk-belik serta kepelikannya memahami anekarona konotasi kata. Perlu diketahui bahwa tidak semua aspek seni sastra kreatif muncul serta terlihat pada setiap penggal karya sastra.
Untuk itu kesusastraan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, antara lain sebagai berikut :
a. Puisi atau prosa
b. Fakta atau fiksi
c. Klasik atau modern
d. Subjektif atau objektif
e. Eksposisi atau normative


2. Resensi kritis ( critical review)
Ditinjau dari segi batas kemampuan kita sebagai manusia, tidaklah mungkin membaca semua buku dan artikel yang baik setiap harinya. Agar bisa tetap memperoleh informasi tentang apa yang dipikirkan serta yang ditulis dalam kehidupan orang-orang besar dalam kehidupan maka seseorang dapat membaca resensi-resensi kritis mengenai fiksi mauksi. Tulisan singkat seperti itu, yang biasanya dapat dibaca beberapa menit, memiliki beberapa menfaat antara lain :
a. Mengetengahkan komentar-komentar mengenai kesegaran oksposisi atau cerita, memberikan pertimbangan serta penilaian betapa baiknya tugas tersebut dilaksanakan , dipandang dari segi maksud dan tujuan pengarang
b. Mengutarakan komentar-komentar mengenai gaya, bentuk, serta nilai atau manfaat kesastraan umum bagian tersebut
c. Memberikan suatu rangkuman pandangan, pendirian, atau point of view
d. Mengemukakan fakta-fakta untuk menunjang pertinbangan dan penilaian serta analisis isi dengan cara mengutip atau menunjukan secara langsung pada karakter-karakter, situasi-situasi, yang ada dalam artikel atau buku.

3. Drama tulisan ( printed drama)
Ada dua cara untuk menikmeti sandiwara\drama. Yang pertama dalam tingkatan aksi primitive, dalam hal ini penonton mengalami getaran ketegangan, kekejaman, sehingga menimbulkan keinginan untuk melihat bagaimana hal itu dikeluarkan dan diperankan. Pada tingkatan selanjutnya yaitu pada tingkatan individual yang bersifat interpretative, dalam hai ini pembaca dapat menarik kesimpulan, memvisualisasikan tokoh-tokoh, memproyeksikan akibat-akibat, serta mengadakan interpretasi ketika ia membaca serta membawa kesempurnaan pengalamannya pada bacaan yang ia baca.
Apabila pembaca sudah memahami serta mengkritisi drama maka ia akan bisa mengerti beberapa hal antara lain sebagai berikut :

a. Prinsip Kritik Drama
Pada abad ke-18 seorang dramawan Jerman yang bernama Goethe memformulasikan tiga prinsip kritik drama, yang sangat terkenal dalam bentuk pertanyaan yang dikenal dengan “Prinsip Goethe” adalah sebagai berikut :
1) Apakah yang hendak dilakukan oleh seniman?
2) Betapa baiknya ia melakukan hal itu?
3) Bermanfaatkah hal itu dilakukan?
Apabila kita berusaha menjawab pertanyaan yang pertama kita akan menghadapi fakta-fakta. Kita akan sampai pada jawaban-jawaban factual terhadap pertanyaan-pertanyaan yang lain yang timbul
Apabila kita menjawab pertanyaan kedua kita akan mempertimbangkan betapa baikkah sang seniman telah memanfaatkan unsure-unsur drama serta telah memadunya menjadi suatu keseluruhan yang artistic dan efektif
Sedangkan apabila kita menjawab pertanyaan yang ke tiga maka kita akan bisa mengemukakan pendapat kita. Apabila kira sudah menjawab pertanyaan pertama dan kedua dengan baik maka kita akan dengan mudahnya menjawab pertanyaan yang ke tiga.

b. Unsur-unsur Drama
Unsur yang termasuk kedalam unsur drama antara lain:
• Plot
• Karakterisasi
• Dialog


c. Jenis-jenis Drama
Bila kita mencermati jenis lakon kita akan mendapati lakon yang serius, dan lakon yang ringan. Berangkat dari hal tersebut maka lakon dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
1) Tragedi
Tragedy adalah sejenis drama yang mempunyai ciri sebagai berikut:
 Sebuah lakon sedih yang bercerita mengenai suatu subjek serius
 Seorang pahlawan atau pelaku utam aharuslah seseorang yang memiliki rupa atau pesona yang memiliki sifat-sifat seperti pahlawan
 Emosi merupakan dasar pada lakon itu

2) Komedi
Komedi memiliki cirri sebagai berikut:
 Lakon ini mungkin mengenai subjek yang serius maupun subjek yang ringan, yapi senantiasa memperlakukan subjeknya pada taraf yang dan nada yang ringan
 Lakon ini mengenai peristiwa-peristiwa yang bertaraf, baik itu basar maupun kecil memiliki kemungkinan untuk terjadi
 Apa-apa yang muncul dari tokoh bukan dari situasi
 Gelak tawa yang ditimbulkan oleh lakon merupakan gelak tawa yang bijaksana

3) Melodrama
Sebuah melodrama memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
 Menampilkan suatu objek yang serius
 Memiliki unsur kesempatan dan kebetulan
 Emosi atau rasa kasihan yang timbul cenderung ke arah sentimental
 Seorang pahlawan senantiasa memenangkan perjuangannya


4) Farce
Farce memiliki ciri sebagai beriku t :
 Peristiwa maupun lakon bisa muncul maupun tidak
 Menimbulkan kelucuan yang tidak karuan
 Bersipat episodic
 Segala yang terjadi muncul dari situasi bukan dari tokoh

4. Pola-pola fiksi ( patterns of fiction)
a. Pengertian fiksi
Fiksi merupakan penyajian atau presentasi seorang pengarang memandang hidup. Penulis mempunyai ide-ide mengenai kehidupan, sekalipun dia mungkin tidak pernah bersusah payah menyatakan ide-ide tersebut pada dirinya sendiri dalam istilah-istilah umum. Maka dari itu fiksi bisa dikatakan merupakan suatu istilah yang dipergunakan untuk membedakan uraian yang bersifat historis dari uraian yang bersifat historis, dengan penunjukan khusus atau penekanan khusus pada segi sastranya. ( Brooks, Purser and Warren , dari Tarigan 1979 : 76)
b. Fiksi dan Nonfiksi
Perbedaan yang utama yang membedakan antara fiksi dengan non fiksi terletak pada tujuan. Maksud dan tujuan pada narasi yang non-fiksi, seperti sejarah, biografi, berita dll. Adalah untuk menciptakan kembali apa yang telah terjadi secara actual.
Atau kita juga bisa mengatakan bahwa cerita non fiksi bersifat aktualis sedangkan cerita fiksi bersifat realitas.

c. Unsur-unsur Fiksi
Dalam penulisan sebuah fiksi, perlu diperhatikan prinsip-prinsip teknis sebagai berikut :
1) Permulaan dan eksposisi
2) Pemerian dan latar
3) Suasana
4) Pilihan dan saran
5) Saat penting
6) Puncak, klimaks
7) Pertentangan, konflik
8) Rintangan, komplikasi
9) Pola atau model
10) Kesudahan
11) Tokoh dan aksi
12) Pusat minat
13) Pusat tokoh
14) Pusat narasi
15) Jarak
16) Skala
17) Langkah

Beberapa istilah yang sering kita temui dalam cerita fiksi antara lain :

1) Tema
Tema merupakan dasar tujuan penulis melukiskan watak para pelaku dalam cerita. Tema tidaklah dijelaskan secara eksplisit oleh pengarang tetapi pembaca bisa memahami maksud serta tujuan penulisan cerita setelah ia selesai membaca cerita.

2) Plot
Istilah lain yang digunakan untuk memaknai plot adalah trap yang memiliki makna struktur gerak atau laku dalam fiksi maupun drama. Suatu fiksi haruslah bergerak dari suatu permulaan, melalui suatu pertengahan, menuju suatu akhir. Dalam istilah sastra lebih dikenal dengan istilah eksposisi, komplikasi, dan resolusi.

3) Pelukisan watak
Dalam sebuah cerita fiksi tentulah dikenal tokoh yang berperan dalam cerita. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh pengarang untuk melukiskan tokoh antara lain :
a) Melukiskan bentuk lahir tokoh
b) Melukiskan jalan pikiran tokoh
c) Melukiskan bagaiman reaksi tokoh terhadap keadaan sekelilingnya
d) Pengarang dengan langsung menganalisis watak tokoh
e) Pengarang melukiskan keadaan di sekeliling tokoh
f) Pengarang melukiskan pandangan tokoh terhadap tokoh lain
g) Perbincangan antar tokoh


d. Jenis- Jenis Fiksi
Fiksi diklasifikasikan berdasarkan :

1) Berdasarkan bentuk
Berdasarkan bentuknya, fiksi dapat dibedakan atas :
 Novel
 Novelet/cerita pendek
 vignette
 cerita singkat

2) Berdasarkan isi
berdasarkan isinya maka fiksi dapat kita bagi atas beberapa jenis yaitu :
 Impresionisme
 Romantic
 Realisme
 Sosialis-realisme
 Realisme sebenarnya
 Naturalisme
 Ekspresionisme
 Simbolisme

3.4. Membaca Kritis
Membaca kritis adalah sejenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluative, serta analitis dan bukannya mencari-cari kesalahan.
Pada umumnya menbaca kritis menuntut agar para pembaca :

1) Memahami Maksud Penulis
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pembaca dalam kegiatan membaca kritis adalah menentukan serta memahami maksud dan tujuan penulis. Kebanyakan tulisan memenuhi beberapa unsure diantaranta: memberitahu, meyakinkan, mengajak, mendesak, atau menghibur.
Dalam membaca serta memahami maksud penulis, kita perlu melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Carilah paragraph-paragraf pendahuluan suatu pernyataan mengenai maksud penulis, kemudian cari pada paragraph-paragraf penutup suatu uraian atau penjelasan terhadap maksud tersebut.
b) Perhatikan baik-baik bagaimana caranya meksud penulis tersebut menentukan rung lingkup pembicaraannya
c) Perhatikan bagaimana caranya maksud tersebut scspksli menentukan organisasi serta penyajian bahannya
d) Carilah maksud-maksid yang tersirat, yang tersembunyi

2) Memanfaatkan Kemampuan Membaca dan Berfikir Kritis
Kemampuan membaca dan berfikir kritis menuntut kita agar sadar akan sikap-sikap dan prasangka-prasangka kita sendiri, dan unsur-unsur lain dalam latar belakang pribadi yang mungkin mempengaruhi kegiatan membaca dan berfikir.
Sebagai seorang pembaca yang bertanggung jawab, kita hendaklah memperhatikan hal-hal berikut ini dalam membaca atau menyumak pembicaraan-pembicaraan yang kontroversial :
a) Harus yakin bahwa kita membaca atau menyimak untuk memehami apa yang disajikan sebelum kita mulai mengutarakan pendapat
b) Setelah kita memberikan suatu pendengaran yang jujur terhadap penyajian atau uraian orang lain analisislah asumsi serta praduga kita untuk melihat apakah kita berfikir secara jelas dan objektif
c) Jangan biarkan fikiran serta prasangka menyebabkan kita hanya mengingat fakta dan alasan serupa sebagai suatu penunjang terhadap pandangan kita sebelumnya
d) Jangan biarkan keinginan untuk menyangkal mencegah pemahaman kita terhadap penyajian uraian orang lain
e) Cobalah meluhat logika penyajisan atu dari sudut maksud serta asumsi penulis.

3) Memahami Organisasi Dasar Tulisan
Maksud penulis dalam menulis suatu artikel menentukan sifat dan lingkup pembicaraannya, rangka dasarnya, dan sikap umum serta pendekatannya.
Pembaca yang teliti mengamati indikasi atau petunjuk mengenai pilihan serta bagaimana caranya tulisan itu disajikan. Biasanya, penyajian seorang penulis debagi menjadi tiga bagian antara lain :
a. Pendahuluan
Dalam pengkomunukasian ide0ide secara jelas, seorang penilis akan mempergunakan satu atau lebih paragraph pembukaan untuk memperkenalkan subjeknya beserta pendekatan khusus terhadap hal-hal yang akan dibahasnya dan juga temanya. Penulis juga sering menunjukan secara singkat pokok-pokok penting yang akan dicakup, yaitu kerangkanya dan menetapkan aspek-aspek masalah apa yang akan dimasukan atau dikeluarkan atau penulis hendak menyatakan ruang dan pembahasan uraiannya.


b. Isi
Isi suatu tujuan biasanya terbagi atas dua lebih bagian utama, tempat mengutarakan kasus sekonklisif atau segamblang mungkin. Kadang kita bisa menemukan petunjuk-petunjuk tipografis mengenai bagian penting dengan bantuan angka-angka Romawi, judul dicetak tebal dll.
Seorang penulis yang cermat akan membuat pembaca mudah dalam mengikiti kecenderungan fikirannya.

c. Kesimpulan
Menjelang penutup artikel kita seringkali memperhitungkan bahwa penulis sering mengalihkan perhatian dari apa yang sudah dikatakan menuju apa yang akan dikatakan. Ini merupakan tanda bahwa penulis akan menyimpukkan artikel yang sudah ditulisnya.

4) Menilai Penyajian Pengarang
Sebagai pembaca yang kritis, kita harus mampu menilai, mengevaluasi penyajian bahan penulis. sebagai perhatian terhadap maksud, dan caranya penulis menulis serta menyusun bahan tersebut, kita harus menentukan apakah dia telah mencakup pokok masalah secara memuaskan atau tidak. Kita harus bisa membaca dengan memiliki pertanyaan dalam hati. Pertanyaan tersebut diajukan dari berbagai segi antara lain :



a. Segi Informasi
1) Apakah sumber informasi penulis? apakah sumber tersebut dapat dipercaya?
2) Apakah terdapat jurang-jurang dalam informasinya?
3) Apakah analisis atau interpretasinya mengenai informasi tepat?
4) Apakah terdapat masalah-masalah penting yang harus dipecahakan?
5) Apakah informasi dan isi umum sesuai dengan meksud dalam artikel?

b. Segi Logika
1) Apakah penulis menuntut intelektualitas pembacanya?
2) Apakah penulis membedakan antara fakta-fakta dan interpretasinya sendiri ?
3) Apakah penulis menunjang kesimpulan dengan fakta?
4) Apakah terdapat jurang analisis dalam argumennya?
5) Apakah dia secara sengaja atau tidak terbiasa dalam pemahaman yang keliru?

c. Segi Bahasa
1) Apakah penulis menyandarkan diri pada kata konotatif, , harfiah atau pada kata denitataif dan emosional?
2) Apakah ia mempergunakan kata yang emosional secara berlebihan?
3) Apakah pemilihan kata yang umum atau tidak bermaksud mempengaruhi pembaca?
4) Apakah mempergunakan kata yang mencerminkan prasangka-prasangka atau tidak?

d. Segi Kualifikasi
1) Siapakah dia, apa minatnya?
2) Apa latar belakang pendidikannya?
3) Apa pendapatnya mengenai subjek-subjek itu?
4) Mengapa ia menulis buku atau artikel seperti itu?
5) Apakah ia objektif atau tidak dalam penulisannya?


e. Segi Sumber Informasinya
1) Apakah informasinya diambil dari sumbar yang dapat dipercaya?
2) Pahah sumbernya diambil daariiiah atau popular?
3) Apakah ahli tempat mereka mengambil informasinya berwenang memberi informasi?
4) Apakah majalah, Koran, famplet ada hubenhannya dengan isi artikel yang dapat merubah sudut pandang pembaca?
5) Apakah sumber penulis mewakili penggambaran masalah?

5. Menerapkan Prinsip Kritis pada Bacaan Sehari-hari
Banyaknya bahan bacaan mendorong kita menciptakan pronsip-prinsip yang dapat membimbing kita dalam membaca. Pada umumnya bahan bacaan harus mencakup hal-hal yang bisa membuat kita bisa mengikuti perkembangan-perkembangan mutakhir dalam berbagai aspek kehidupan serta pengetahuan.
Selain itu banyaknya bahan-bahan bacaan umum lainnya seperti Koran, majalah, tabloid dll. Menambah banyaknya bahan bacaan yang kita baca. Oleh sebab itu ada baiknya bila kita mengingat pertanyaan-pertanyaan berikit ini bila kita sedang membaca majalah, Koran tabloid :
a) Siapa pemilik Koran atau majalah tersebut?
b) Apakah kebijaksanaan tajuk rencana sudah diakui penerbit lain?
c) Afiliasi politik, social, ekonomi manakah yang dapat mewarnai pendapat-pendpatnya?

6. Meningkatkan Minat Membaca
Untuk meningkatkan minat menbaca hal yang harus kita lakukan antara lain:
a. Menyediakan Waktu untuk Membaca
Kendala yang sering kita jumpai dalam kegiatan membaca adalah terbatasnya waktu yang kita miliki. Oleh sebab itu diperlukan menejmen waktu yang baik serta efisiensi dalam membaca. Membaca tidaklah harus menyita waktu yang banyak karena kita bisa membaca dengan mengefisienkan waktu.

b. Memilih Bahan Bacaan yang Baik
Menyediakan waktu untuk membaca sangat erat kaitannya dengan salah satu aspek yang paling penting dari membaca kritis, yaitu mengetahui apa yang baik dan bermanfaat untuk dibaca. Beberapa pertimbangan dibawah ini akan bisa membimbing kita memilih bacaan pada waktu terluang.
(1) Beberapa buku dibaca demi kesenangan
(2) Beberapa buku dibaca dengan tujuan memperluas cakrawala
(3) Beberapa buku ditetapkan sebagai buku-buku klasik
(4) Beberapa buku dipilih berdasarkan rekomendasi orang lain
(5) Beberapa buku dibaca karena pembaca sudah mengenal penulis

7. Prinsip Pemilihan Bahan Bacaan
Setiap buku memang pantas dibaca akan tetapi keterbatasan waktu serta beberapa hal lain menuntut kita untuk selektif dalam menentukan bahan bacaan yang akan kita baca. Oleh sebab itu setiap orang hendaklah memiliki criteria tertentu untuk bahan bacaannya. Dalam pemilihan bahan bacaan hendaklah memperhatika prinsip-prinsip.
1. Buku Yang Pantas Dibaca
2. Norma-norma kritik

8. Membaca Majalah
Dalam belajar Membaca Kritis biasanya lebih dititik beratkan pada bahan bacaan buku, tetapi sebenarnya prinsip-prinsip dasar dapat diterapkan denlam membaca majalah yang lebih baik.

3.5. Membaca Ide
Membaca ide adalah sejenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Agar kita dapat mencari, menemukan, serta mendapat keuntungan dari ide-ide yang terkandung dalam bacaan, kita harus berusaha membuat diri kita menjadi pembaca yang baik atau a good reader. Berikut ini beberapa criteria penbaca yang baik.
1. Pembaca Yang Baik Tahu Mengapa Dia Membaca
Pembaca yang baik mengetahui bahwa tujuan dia membaca adalah untuk:
a. Mencari informasi
b. Menikmati bacaan
2. Pembaca Yang Baik Mengetahui Apa Yang Dibacanya
Pembaca yang baik harus memahami apa yang dibacanya, hal ini menuntut pengetahuan mengenai kata-kata dan keresponsifn terhadap organisasi dagian sebagai suatu keseluruhan.

3. Pembaca Yang Baik Harus Menguasai Kecepatan Membaca
Setiap pembaca harus memiliki ragam kecepatan membaca, dapat menyesuaikan dengan karakteristik buku baik itu cetakan yang menuntut perhatian maupun beberapa hal lainnya diantaranya :
a. Membaca sekilas
b. Membaca cepat
c. Membaca demi kesenangan
d. Membaca serius bahan-bahan penting

4. Pembaca yang baik harus mengenal media cetak
Pembaca yang baik haruslah mengenal bebtuk-bentuk kontemporer media cetak, yang meliput:
a. Buku saku
b. Media grafika
c. Majalah
d. Surat kabar
BAB IV
SIMPULAN dan SARAN

4.1. Simpulan
Berdasarkan hasil perangkuman materi maka dapat diambil kesimpulan sebadai berikut :
1. Membaca teliti adalah suatu kegiatan membaca yang sering kali kita lakukan apabila kita perlu membaca teliti bahan-bahan bacaan yang kita sukai. Dalam kegiatan membaca teliti dituntut suatu pemutaran atau pembalikan pendidikan yang menyeluruh.
2. Membaca pemahaman atau ( reading for understanding ) adalah sejenis membaca yang bertujuan untuk memperoleh informasi serta untuk memahami :

1. Standar-standar atau norma-norma kesusastraan ( literarystandards)
2. Resensi kritis ( critical review)
3. Drama tulisan ( printed drama)
4. Pola-pola fiksi ( patterns of fiction)

3. Membaca kritis adalah jenis membaca yang dilakukan secara bijaksana, penuh tenggang hati, mendalam, evaluative, serta analitis dan bukannya mencari-cari kesalahan.
4. Membaca ide adalah jenis kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh, serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan. Agar kita dapat mencari, menemukan, serta mendapat keuntungan dari ide-ide yang terkandung dalam bacaan, kita harus berusaha membuat diri kita menjadi pembaca yang baik

4.2. Saran
Membaca telaah isi merupakan suatu kegiatan membaca yang harus dikembangkan dan dibiasakan dalam proses belajar, maupun proses mengkaji isi bacaan. Oleh sebab itu peningkatan minat membaca teliti harus di timbuhkan sejak dari usia dini agar bisa mencapai tujuan yang diinginkan kelak.
DAFTAR PUSTAKA

1. Tarigan, Henry Guntur 1979. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa
2. Arikunto Suharsimi, (2005). Manajemen Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta
3. http//. www. Wikipedia.com
4. http//. www.geocities .com